Berita GambarFeaturedRagam

Dari Pre-Indonesien Dance Festival (Pre IDF) 2018. “Refusing” Kematian yang Menciptakan Rasa Takut

0

Jakarta, BEREDUKASI.Com — KEMATIAN adalah hal pasti. Namun sangat sedikit orang menyiapkan bekal mati. Bahkan enggan mati. Kematian menciptakan rasa takut. Namun sekaligus menjadi titik ubah. Mengubah keadaan. Mengubah jiwa manusia.

Kematian dimaknai sebagai kemungkinan dan kesempatan. Menjadikan yang lama pergi. Membuka peluang bagi yang baru untuk berkembang.

Kematian memastikan bahwa roda dunia tetap berputar. Menentukan arah baru. Terselip ide tentang keadilan.

Inilah pesan “makna dan peristiwa” melalui tari berjudul, “Refusing” yang dipergelarkan di Goethe-Institut Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Tari garapan koreografer muda, “Bathara Saverigadi Dewandoro” ini, mengisi ruang kreatif “Pre-Indonesian Dance Festival” (Pre IDF) 2018. Digelar atas kerjasama Goethe-Institut Jakarta, bekerjasama dengan Fakultas Seni Pertunjukan–Institut Kesenian Jakarta (FSP-IKJ).

“Refusing” adalah karya tari yang terinspirasi dari “Gandrung” Banyuwangi. Tarian ini  menjadi penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan. Tampil di urutan terakhir menjadikan grup tari dari Sanggar Swargaloka ini, menjadi titik kulminasi dari lima pergelaran sebelumnya.

Tujuh penari yaitu Yani Wulandari, Denta Sepdwiansyah Pinandito, Chikal Mutiara Diar, Bathari Putri Surya Dewi, Afrilia Mustika Sari, Firdha Tyanisa dan “Bathara Saverigadi Dewandoro”, berhasil menyampaikan gagasannya secara ontologis. Tari yang tidak hanya dimaknai sebagai tari, melainkan filsafat gerak; tentang harmoni, keselarasan dan keseimbangan. Tafsir kehidupan dan kematian yang bermartabat.

Anak-anak muda ini tampil dengan gerak-gerak energik yang memukau. “Refusing” dimulai dari gerakan yang sunyi. Gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan. Diiringi lagu bertema sedih (musik Seblang) mengantar ke suasana “mistis” dengan kedalaman makna. Jenis musik ini memang kerap menjadi musik penutup pentas “Gandrung” yang berhubungan dengan acara bersifat ritual.

Ikut menyaksikan pergelaran tari ini, para penggiat tari profesional, antara lain Suryandoro, Dewi Sulastri, Elly D. Luthan, Nungki Kusumastuti dan para penggiat tari lainnya dari berbagai sanggar tari di Jakarta.

“Mereka anak-anak muda yang luar biasa. Dari segi gagasan dan teknik sangat kreatif. Untuk terus mengeksplorasi kemampuannya, perlu ada pendampingan dari orang-orang yang  “concern” terhadap seni tari,” ujar Nungki Kusumastuti, usai pertunjukan.

Pentas Pre IDF 2018 sebelumnya menampilkan tari “Dharma” (Rayi Utaminingrum), “Beauty in Diverse-City” (GIGI Art of Dance), “Rufus” (Gregorius Garo Helan), “Jajak Barabah” (Evi Nifrianti) dan tari “Define” (Decky Setiawan Ramadhan).

Pre IDF 2018, adalah kegiatan seni tari bertaraf Internasional, yang mengawali acara “Indonesian Dance Festival (IDF)”. Ajang apresiasi seni tari ini, sudah digelar selama 26 tahun sejak acara ini digulirkan tahun 1992.

Berawal dari keprihatinan para Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang juga seniman tari. Terhadap kurangnya kegiatan seni tari bertaraf Internasional. Mereka antara lain, Sal Murgiyanto, Nungki Kusumastuti, Maria Darmaningsih, Melina Surjadewi, Dedy Luthan, Tom Ibnur, Farida Oetojo, Sardono W.Kusumo, dan seniman lainnya.

Program utama festival ini meliputi : pementasan tari terdiri dari “showcase” (Kampana) dan main “performance”. Diadakan juga workshop (akademi IDF), presentasi, seminar, penerbitan dan publikasi seni tari, kompetisi, master class, commission works, dan berbagai program stimulasi. Digelar juga berbagai karya baru inovatif dari para seniman muda potensial.

“IDF mengajak publik merayakan kreativitas budaya yang beragam dengan segala perbedaan identitas. Sehingga terjadi dialog untuk membangun kehidupan lebih baik,” ujar Nungki Kusumastuti, yang juga selaku Direktur Keuangan Pre IDF 2018. (Eddie Karsito)

admin

TMII Gelar “Lomba Menyanyi Lagu Perjuangan Bernuansa Daerah”……..!

Previous article

Djamil “Hidup Adalah Berbagi”…!

Next article

You may also like