Bandung, BEREDUKASI.Com — KAMIS (27-12-18), Aula SMAN 9 Bandung Jln. MLU Suparmin No 1 Bandung. Menjadi tempat Diskusi Pendidikan akhir tahun 2018. Dengan tema “Blak-blakan Pendidikan Jawa Barat Sebuah Evaluasi Dan Orientasi 2019” yang diadakan oleh Komunitas Peduli Pendidikan Jawa Barat (KPPJB).
Naskah dari hasil kegiatan ini, akan diserahkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Sebagai sumbangan pemikiran dan tenaga yang diharapkan, dapat menjadi bahan pertimbangan acuan kerja Dinas Pendidikan pada tahun 2019.
Ketua FAGI Jawa Barat, Iwan Hermawan mengatakan kegiatan ini juga, merupakan pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan Pendidikan di Jawa Barat. Hasil kajian Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat.
“Ada beberapa masalah Pendidikan yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu APK Pendidikan Menengah Jawa Barat. Masih rendah yakni 72.6% dibanding dengan APK rata-rata Nasional atau APK Provinsi di pulau Jawa. Sehingga kurang dari 23% lulusan SMP, tidak melanjutkan ke pendidikan menengah,” terangnya.
Selain itu sekolah Negeri kekurangan Guru dan TU PNS/ASN, karena banyak yang pensiun. Sebagai pengangkatan serentak pada masa orde baru. Apalagi di sekolah-sekolah yang baru dibangun rata-rata hanya 1-2 orang Guru PNS/ASN.
“Upah Guru Honor khususnya di sekolah-sekolah Negeri, sangat rendah dibanding gaji guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut. Kemudian belum terlaksananya periodisasi masa tugas Kepala Sekolah yang merata di seluruh Kota atau Kabupaten di Jawa Barat. Sebagaimana aturan yang berlaku, sehingga kesempatan Guru menjadi Kepala Sekolah terhambat,” tambahnya.
Sarana prasarana pembangunan khususnya sekolah yang baru dibangun di daerah-daerah terpencil. Masih kurang jauh dari Standar Nasional, sarana atau prasarana. Kemudian belum teraturnya pungutan atau sumbangan masyarakat atau orang tua. Kepada sekolah tidak ada standar iuran peserta didik baru atau iuran bulanan.
Terakhir juga belum berperannya Pengawasan dari Lembaga Non Fungsional seperti Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah.
“Atas dasar tersebut, maka perlu segera dibuat regulasi sebagai turunan Perda pendidikan. Antara lain perlu adanya peningkatan APBD khusus, untuk fungsi Pendidikan di luar biaya Pegawai dan Pendidikan Kedinasan. Sehingga pembangunan fisik terabaikan,” ungkapnya.
Berkaitan dengan masalah Guru Honorer, maka tuntutan yang disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota atau Kabupaten Se-Jawa Barat sebagai berikut :
- Angka tenaga Guru Honorer dan Tenaga Administrasi Sekolah menjadi CPNS. Dengan merevisi UU Nomor 5 tahun 2014 ASN dan peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan Reformasi birokrasi Pan RB nomor 36 tahun 2018 dengan maksimal peserta seleksi CPNS berusia 45 tahun.
- Jika tidak bisa mengikuti CPNS untuk Guru Honorer yang mengajar di sekolah Negeri. Diberikan SK Status Guru Honorer Tetap Daerah. Sehingga dapat diikutsertakan Sertifikasi Guru
- Bagi Guru dan Tenaga Administrasi Sekolah yang tidak lolos menjadi CPNS. Diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dengan memprioritaskan usia yang lebih tua.
- Bagi Guru dan Tenaga Administrasi Sekolah Honorer. Diberikan gaji dari Pemda sekolah yayasan sesuai dengan UMP UMK sekurang-kurangnya pada APBD 2019.
“Harus segera ada revisi Perda Nomor 5 tahun 2017, tentang pengelolaan pendidikan Jabar yang dibuat tergesa-gesa dan belum mengatur persoalan-persoalan pokok di Jawa Barat,” terang Iwan.
Kemudian perlu segera dikeluarkan Pergub, yang mengatur masalah pendanaan pendidikan pola rekrutmen Tenaga Pendidik, Pengawas, Guru dan Kepala Sekolah.
“Terakhir juga perlu ada Pergub, yang mengatur tentang Sumber Dana Pendidikan, Pengelolaan Pendidikan. Serta langkah-langkah pungutan di sekolah yang tidak sesuai regulasi yang berlaku,” tutupnya siang itu. (Tiwi Kasavela)