Bandung, BEREDUKASI.Com — FAKULTAS Filsafat Unpar menyelenggarakan seminar dengan topik “Peradaban yang Retak : Dilema Manusia Indonesia Masa Kini” yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, pada pukul 09.00 – 13.30 WIB di Bumi Silih Asih (BSA) Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bandung, Jl. Moch. Ramdan 18, Bandung.
Acara yang digelar dalam rangka menyambut Dies Natalis yang ke-50, ini diisi oleh Prof. Dr. Bambang Sugiharto, Prof Dr. Imam Buchori dan Prof. Dr. Musdah Mulia serta diulas kembali oleh budayawan dan seniman Indonesia, Goenawan Muhammad.
Sekitar 300 peserta mengikuti kegiatan ini yang berasal dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, undangan pejabat struktural UNPAR, rektor dan jajarannya, komunitas sosial, ormas, PMKRI, JAKATARUB, SEKODI, Ikatan Alumni Filsafat UNPAR dan lainnya.
Mengenai latar belakang dari acara ini, Steering Commitee seminar, Dr. Yohanes Slamet Purwadi, MA mengulas bahwa masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan pada pelbagai persoalan mendasar berkepanjangan, mengenai tarik menarik isu lokal-global, kemoderenan dan primordialisme, krisis lingkungan hidup dan urusan perut, kosmopolitanisme generasi milenial yang serentak tak punya akar, isu terorisme dan kesalehan formal, korupsi dan kemiskinan akut, politik identitas dan humanisme universal, hedonisme dan ideal hidup ugahari dan lainnya.
Ada sebagian pihak yang menganggap itu semua By Design, konspirasi global, tekanan kepentingan eksternal.
“Sebagian lagi memandang bahwa ini semua karena warisan kolonial dan kegagalan kita sebagai bangsa untuk memaknai diri, lupa akar, gagal memanfaatkan potensi, serentak tak mampu beradaptasi dengan dinamika global. Kita selalu meraba-raba, apa yang sesungguhnya terjadi. Yang jelas, fenomena-fenomena di atas memperlihatkan wajah Indonesia saat ini yang memang retak,” jelasnya.
Banyak studi dan forum-forum diskusi yang telah mencoba untuk membedah fenomana tersebut, berusaha mencari jawaban atas fenomena telah terjadi. Akan tetapi hingga saat ini fenomena-fenomena tersebut terus berkembang dan semakin mempengaruhi sendi-sendi sosial masyarakat Indonesia.
Melalui seminar ini, dimaksudkan untuk mencoba mengartikulasikan, atau merumuskan dengan agak lebih jernih, situasi dilematis itu. Untuk ditemukan percik-percik pencerahan yang berguna melalui sebuah refleksi bersama.
“Dengan kegiatan ini diharapkan, agar masyarakat Indonesia mampu untuk memaknai diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Dengan tidak melupakan akarnya sebagai salasatu bagian dari entitas bangsa Indonesia. Dan mampu memanfaatkan potensi lokal dan mampu menjadi bagian dari dinamika global,” terangnya.
Hasil dari studi seminar setengah hari dan refleksi bersama ini pun, diharapkan mampu memberikan percik-percik pencerahan yang berguna bagi masyarakat. Untuk mengartikulasikan atau merumuskan dengan agak lebih jernih situasi dilematis yang sedang terjadi.
Penyebarluasan gagasan dan hasil studi dalam seminar melalui media masa maupun melalui tulisan. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan input atas hasil studi tersebut.
“Tujuan akhirnya adalah bagaimana peserta bisa berefleksi atas situasi Indosensia saat ini ditengah fenomena tarik menarik isu lokal-global, kemoderenan dan primordialisme, krisis lingkungan hidup dan memberi pencerahan. Sehingga para peserta memiliki gambaran mengenai wajah indonesia kontemprorer yang banyak mengandung paradoks, dilema, dalam berbangsa dan bernegara juga bermasyarakat,” tandasnya.
Selain seminar, dalam kegiatan ini juga dilaunchingkan 5 buah buku mengenai kajian Filsafat, Budaya dan Liturgi. (Tiwi Kasavela)