Bandung, BEREDUKASI.Com — PENDIDIKAN berbasis Inklusif, merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan. Mengingat peserta didik yang Disabilitas atau peserta didik yang “Berkebutuhan Khusus” juga, membutuhkan hak dan pelayanan yang serupa.
Hal inilah yang menjadi dasar dari Sekolah Inklusif. Dan SDN 138 Gegerkalong Girang kota Bandung sebagai “Pusat Sumber”.
Sekolah yang dipimpin oleh Entin Sumiati S.Ag ini, sudah melakukan Pendidikan Inklusif sejak tahun 2003.
“Awalnya memang banyak kendala dan terasa berat. Karena ada kendala baik dari Internal maupun Eksternal. Namun sejalan dengan proses yang cukup intens untuk merumuskan rancangan pendidikan, metode dan menjaga kondusifitas. Sehingga SDN 138 Gegerkalong Girang, terus konsisten dalam menerima dan mendidik siswa yang memiliki “Kebutuhan Khusus”,” tutur Entin yang sudah menjabat Kepsek sejak tahun 2015 ini, menjelaskan kepada BEREDUKASI.Com, disela-sela acara “Workshop Pendidikan Inklusif” yang berlangsung di Lucky Squere Jl. Terusan Jakarta no.2 (Antapani) Bandung, Rabu (10/1/2018).
Entin Sumiati juga bercerita, dalam mengupayakan anak Disabilitas agar merasa nyaman berada di sekolah. Maka SDN 138 Gegerkalong Girang juga, melakukan pembangunan fasilitas. Diantaranya disediakan Alat Peraga, Tempat Terapi atau Alat Motorik serta alat lainnya.
Selain itu siswa juga dilibatkan dalam media pembelajaran berupa Program Bina Diri yaitu siswa dibimbing untuk memakai baju dan sepatu sendiri, kemudian pergi ke toilet sendiri. Tentunya kegiatan keagamaan berupa mengaji bersama ataupun shalat Dhuha berjamaah.
“Sebagai sekolah yang konsisten dalam Pendidikan Inklusif. Kami juga sering kedatangan tamu untuk studi banding yang datang dari luar kota, juga luar provisi. Bahkan sudah 13 negara yang sempat berkunjung ke sekolah yang kami bina ini. Diantaranya yaitu dari Sidney, Qatar, Cina, Amerika serta beberapa negara lainnya,” papar Entin Sumiati, sang Kepsek senior ini.
Entin juga menerangkan, bahwa bukan hanya Guru yang berperan demi tercapainya Pendidikan Inklusif yang optimal. Namun perlu juga kerjasama antara orangtua dengan Guru Pendamping atau “Helper”. Sebab “Helper” juga ikut memberikan pengarahan, kepada siswa Disabilitas mengenai pelajaran di sekolah.
“Saat ini ada 35 siswa Disabilitas di sekolah kami. Ada yang memiliki hambatan belajar, masalah psikologis dan hal lainnya. Tentunya dalam hal ini, sekolah menekankan keterbukaan. Dimana siswa dan Guru, harus mampu menjalin interaksi yang baik,” jelas Entin.
Demi menjaga hubungan yang harmonis antara siswa “Berkebutuhan Khusus” dengan siswa lainnya. Pihak sekolah juga menekankan kepada para siswa lainnya untuk memiliki rasa saling menghargai. Tidak membeda-bedakan satu sama lainnya. Sehingga masalah “bullying”, sangat dilarang untuk dilakukan.
“Membangun kesadaran itu sangat perlu, karena siswa “Berkebutuhan Khusus” juga perlu diberikan ruang. Oleh sebab itu sekolah harus menjadi penggeraknya, dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan mereka,“ pungkasnya
Entin Sumiati juga berharap, bahwa Pendidikan Inklusif ini, bisa dilaksanakan oleh semua sekolah. Khususnya yang ada di kota Bandung. Terlebih Kota Bandung sudah “Mendeklarasikan” diri sebagai kota dengan Pendidikan Inklusif.
Bahkan untuk hari Jumat dan Sabtu, dijadikan sebagai hari yang khusus. Sebab dijadikan sebagai hari untuk belajar tambahan bagi siswa didik ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Entin Sumiati juga berharap kepada pihak Disdik Kota Bandung. Disisa-sisa masa menjelang pensiunnya yang saat ini, tinggal beberapa bulan. Disdik menempatkan Kepala Sekolah (KS) penggantinya. Adalah yang benar-benar kompeten dan siap melanjutkan programnya. Minimal dapat mempertahankan Prestasinya di bidang Pendidikan Inklusif. (Tiwi Kasavela)