Bandung, BEREDUKASI.Com — Pemutaran dan Diskusi Film Restorasi diselenggarakan oleh Program Studi Film dan Televisi ISBI Bandung. Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Selasa dan Rabu (8-9/10/19) bertempat di CGV Metro Indah Mall, Jl. Soekarno Hatta, Kawasan Niaga MTC No. 590, Bandung.
Pada acara tersebut, selain Screening Film Hasil Restorasi. Juga dilaksanakan Diskusi Proses Restorasi yang menghadirkan pihak-pihak yang kompeten di bidang Restorasi Perfilman.
Peserta dari kegiatan ini meliputi Pusbangfilm, Berbagai Instansi Pemerintahan di Kota Bandung, Civitas akademika ISBI Bandung, Mahasiswa Film, SMK Film, Komunitas Film, Pelajar dan masyarakat umum.
Adapun film yang ditayangkan dan didiskusikan Selasa, (8/10/19) adalah film “Bintang Ketjil” (1963). Film ini disutradara oleh Wim Umboh dan Misbach Yusa Biran. Distributor Sinematek Indonesia. Direstorasi tahun 2018, dengan warna film hitam putih.
Sementara, Rabu, (9/10/19) adalah film “Tiga Dara” (1957). Film ini disutradarai oleh Usmar Ismail dan didistribusikan oleh Sinematek Indonesia. Direstorasi pada tahun 2018 dengan warna film hitam putih.
Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Dr. Hj. Een Herdiani, S.Sen., M.Hum mengungkapkan bahwa acara ini merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalies ISBI ke 51 dengan tema “Sinergitas dan Kreativitas ISBI Bandung bagi Masyarakat”.
“Kegiatan ini sangat baik, mengandung nilai sejarah dan moral yang menarik. Untuk dikaji oleh mahasiswa dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk berkarya,” terangnya.
Een menambahkan bahwa pemutaran film dokumenter ini. Dapat mengedukasi masyarakat, pembelajaran sejarah dan kultur bangsa Indonesia.
“Mudah-mudahan perfileman Indonesia kedepannya, akan terus menjunjung tinggi kelokalan dan masyarakat yang menonton. Akan mendapatkan kesadaran untuk menghargai Budaya Lokal,” tambahnya.
Sementara itu, Staff Sub. Bidang pengarsipan Pusbangfilm, Panji Wibisono mengungkapkan, bahwa restorasi merupakan suatu bentuk penyelamatan dan mengembalikan kepada keadaan semula.
“Penyelamatan data film melalui restorasi, merupakan upaya untuk menjaga aset seni budaya. Menunjukan tanggung jawab kepada bangsa dan pemenuhan hak akses masyarakat terhadap Arsip Film Nasional,” terangnya pada Selasa (8/10/19).
Industri perfilman Indonesia, lanjut Panji memiliki sejarah perjalanan cukup panjang dan berliku. Masa “Keemasan” Film Nasional, pernah dirasakan begitupula masa terpuruk pernah dilalui.
“Semua merupakan dinamika yang menjadikan pengalaman berharga, bagi para sineas untuk semakin menunjukan kualitas. Yang karyanya dapat disejajarkan dengan produksi dari luar negeri. Dan dapat memiliki tempat tersendiri di hati para penikmat Film Nasional,” tandasnya.
Sejarah perkembangan perfilman dengan bukti-bukti peninggalannya. Merupakan aset berharga yang mencerminkan potret peristiwa yang terjadi. Sesuai dengan konteks di jamannya. Karya Seni Budaya pada dasarnya, merupakan refleksi kehidupan manusia dalam lingkungan alam, sosial dan budayanya. Sehingga melalui karya film penikmat dapat merasakan berbagai peristiwa sesuai dengan plot, alur, latar, catatan waktu dan peristiwa yang divisualkan para sineas.
“Acara Pemutaran dan Diskusi Film Restorasi merupakan salasatu strategi untuk mengenang, mengevaluasi dan mengapresiasi beberapa karya yang pernah hadir. Dimasa-masa awal perkembangan Film Nasional dan pernah menjadi ikon eksistensi Industri Perfilman di tanah air pada masanya,” lanjutnya.
Pusbangfilm, dalam program restorasi ini melakukan proses penyelamatan dan bekerjasama dengan Render Digital Indonesia. Beberapa film telah berhasil direstorasi dan dapat kembali dinikmati oleh masyarakat luas. (Tiwi Kasavela)