Purwakarta, BEREDUKASI.Com — DISKUSI rasa “Curhat” mengenai hukum. Sukses diselenggarakan atas inisiasi dari organisasi kepemudaan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) Cabang Purwakarta bertempat di Nafa Cafe.
Ditemani oleh Prof Atip Latipulhayat, seorang Pakar Hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung dan Wakil Kepala Polisi Resor Purwakarta yaitu Ijang Sapei, S. Pd, S. H. Sebagai narasumber pemantik Diskusi bertema “Menakar RUU dalam berbagai Perspektif”.
Disksui tersebut berjalan menarik, karena di awali pemaparan materi dari Wakapolres. Yang mengambil sudut pandang bagaimana peran kepolisian, dalam sistem hukum di Indonesia. Yaitu tentang posisinya untuk mengawal jalannya penyampaian aspirasi dari elemen mahasiswa dan pelajar. Atas beberapa RUU yang di anggap kontroversial.
“Tugas kepolisian dalam hal terjadinya aksi unjuk rasa, selalu memposisikan diri sebagai pengayom. Dan mencoba menjadi mediator diantara pihak yang berunjuk rasa dan pihak yang dijadikan objek penyampaian aspirasi,” jelas Ijang Sapei. Purwakarta, beberapa waktu lalu.
Hal itu tidak bisa dilepaskan dari spirit, mengawal aspirasi yang harus di jaga oleh kepolisian.
Menyambung dari pandangan Wakapolres, Prof Atip mengutarakan bahwa kekuasaan dalam membentuk suatu rancangan undang-undang. Mutlak melekat bagi pemerintah dalam hal ini Eksekutif dan Legislatif.
“Politik dan hukum dalam pembahasan setiap peraturan perundang-undangan selalu satu paket,” katanya.
Kemudian ia berbicara spesifik terkait RUU yang menjadi problematika di masyarakarat yaitu RUU KPK (yang sudah sah menjadi UU) dan RUU KUHP).
“Secara formil dan materil pembahasan RUU tersebut. Telah terjadi sebuah kekeliruan, formil dalam hal ini, dibuat tidak transparan karena dibahas pada pekan terakhir masa jabatan anggota Legislatif habis. Dan secara materil ialah seperti dalam UU KPK yang menjadikan lembaga anti rasuah tersebut. Menjadi bagian dari rumpun Eksekutif dan jelas sangat rentan atas Intervensi Eksekutif dalam hal ini pemerintah,” ulas Atip.
Atip juga menambahkan hematnya untuk KUHP.
“Ada beberapa pasal yang tidak sesuai dengan spirit keadilan, kepastian dan kemanfaatan dari hukum itu sendiri,” imbuh Atip.
Dari pandangan dua pakar diatas, terjadi sebuah dialektika yang menarik. Diantara audiens dengan memberikan pertanyaan dan tanggapan atas beberapa hal yang dianggap kurang dipahami.
Di waktu yang sama, Pimpinan Daerah GPII Kab. Purwakarta, Mochamad Aripin mengatakan pandangan filosofinya tentang dinamika hukum.
“Hukum mempunyai “Power” bila kita menjunjung tinggi hukum itu sendiri. Bilamana “Power” yang hanya di junjung tinggi. Maka, tunggulah kedzaliman yang tersistematis di negara Indonesia ini,” ucapnya.
Diskusi tersebut di tutup dengan penyerahan cinderamata dan poto bersama antara para narasumber dan audiens. (Wief)