Bandung, BEREDUKASI.Com — DENGAN Narasumber Wakil Rektor III Universitas Pasundan, Dr. Deden Ramdan M.Si, Sekertaris Prodi PPKn FKIP UNPAS, Cahyono M.Pd dan Tokoh Mahasiswa Dan Founder Pena Guru Id, Bayu Saputra.
Gerakan “Indonesia Emas” mengadakan Diskusi, terkait Perpindahan Ibu kota dan Solusi Bersama di Unpas Jl. Tamansari No.6-8, Kota Bandung, Jawa Barat 40116, pada Kamis, (26/3/2020).
Isu pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya. Telah didiskusikan sejak jaman Presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY mendukung ide untuk membuat Pusat Politik dan Administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan Over Populasi di Jakarta.
Begitupun dengan Presiden Joko Widodo yang sangat berkeinginan, merencanakan Pemerintah Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan sudah lama terdengar, tepatnya April 2017. Bahkan, Presiden bersama menteri dan pejabat lainnya, sudah meninjau lokasi yang hendak diubah menjadi Ibu Kota.
Hal ini terang CEO Gerakan “Indonesia Emas”, Irwan Hendrawan pasti memiliki beberapa pertimbangan penting. Yang membuat “ide” perpindahan Ibu Kota ini muncul. Mulai dari alasan Geografis, hingga Ekonomi.
Pada tanggal 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi letak calon Ibu Kota yang baru. Yaitu di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara. Keputusan ini merupakan hasil dari Diskusi panjang antara Presiden dan jajaran di bawahnya.
“Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengapa Ibu Kota perlu dipindahkan. Jika kita amati Jakarta merupakan kota yang sangat padat. Pertumbuhan ekonomi yang terpusat di Jakarta berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota ini.
Sebagai informasi, penduduk DKI Jakarta adalah 10.467.600 jiwa per akhir tahun 2018. Setiap tahunnya banyak orang yang pindah ke Jakarta. Untuk mencari pekerjaan. Mobilisasi ini menjadikan sumber tenaga manusia di ibu kota jadi banyak dan murah,” paparnya.
Namun di sisi lain, lanjut Irwan karena permintaan akan berbagai hal seperti tempat tinggal, makanan dan keperluan lainnya makin meningkat. Harga berbagai bahan Kebutuhan dan Perumahan jadi melonjak tinggi. Inflasi tahunan di Jakarta pada 2018 mencapai 3,27%, dengan inflasi terbesar pada harga bahan makanan.
“Kondisi ini tentunya tidak sehat, karena bisa meningkatkan angka kemiskinan yang berdampak pada meningkatnya jumlah kejahatan. Serta meningkatnya beban biaya untuk kesejahteraan sosial. Dari segi lingkungan, padatnya perumahan tanpa penataan yang baik menjadikan Jakarta rawan banjir. Belum lagi masalah polusi yang ditimbulkan dari padatnya kendaraan serta banyaknya proyek perbaikan fasilitas. Seperti jalan dan trotoar. Polusi ini makin buruk pada musim kemarau,” urainya.
Menurut Air Visual, udara di Jakarta sudah masuk ke kategori tidak sehat. Menurut mereka, indeks kualitas udara di ibu kota berada pada titik mengkhawatirkan yaitu 158.
“Adapun Kalimantan menjadi pilihan, karena dianggap menjadi lokasi paling cocok untuk Ibu Kota Baru. Dimana lahan kosong yang masih luas. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa letak Calon Ibu Kota adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara.
Diantara Dua Kabupaten ini, terdapat lahan kosong yang luas. Lahan yang tersedia pun bukan sembarang lahan, melainkan sebagian adalah lahan milik Pemerintah,” terangnya.
Pada lokasi yang dipilih oleh Pemerintah, negara sudah menguasai lahan sebesar 180 Hektar. Hal ini mempermudah proses pemindahan Ibu Kota, karena tidak perlu lagi mengurus prosedur pengambil alihan lahan.
“Disamping itu, menurut penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Kalimantan tidak ada risiko bencana Gempa bumi dan Tsunami. Faktor ini sangat penting, karena sebagai Pusat Pemerintahan, kerusakan akibat bencana alam harus bisa dicegah. Baik Kalimantan Timur maupun Tengah, merupakan area aman bencana jika dibandingkan dengan Jakarta. Bahkan Pulau Jawa pada umumnya. Selain itu, terganganggunya kinerja Pemerintah. Karena masalah banjir seperti yang terjadi di Jakarta bisa dihindari,” terangnya.
Posisi Strategis Pulau Kalimantan, tambah Irwan berada di tengah jajaran pulau di Indonesia. Ini artinya, koordinasi untuk pembangunan ke Wilayah Barat atau Timur Indonesia bisa berjalan lebih efektif. Pengiriman Delegasi ke berbagai daerah juga bisa lebih mudah dan cepat. Jika lokasi Pusat Pemerintahan lebih strategis. Artinya, biaya perjalanan Dinas ke daerah-daerah bisa jadi lebih murah.
“Pemerataan ekonomi selama ini, pembangunan terkesan hanya berpusat di Pulau Jawa saja. Dengan adanya pemindahan Pusat Pemerintahan, diharapkan pembangunan akan jadi lebih merata. Nantinya juga akan berakibat pada pemerataan penduduk serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Perihal biaya proses pemidahan Ibu Kota ini adalah Rp.466 Triliun untuk membangun lahan 40.000 Hektar. Hal ini sempat dijabarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Dari angka ini, hanya sekitar 19% yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sisanya merupakan Investasi Swasta serta Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Adapun biaya ini nantinya, akan digunakan untuk pembangunan fasilitas seperti Gedung Leglislatif, Yudikatif dan Eksekutif. Selain itu, akan dibangun juga fasilitas tempat tinggal untuk Pegawai Negeri dan Militer, Fasilitas Pendidikan, Kesehatan serta Keamanan. (Tiwi Kasavela).