Bandung, BEREDUKASI.Com — INGIN memberi manfaat kepada orang lain dari hal-hal terkecil. Itulah yang sedang diupayakan oleh Budi Rustandi atau Budi.
Dilatarbelakangi oleh inspirasi yang didapatkan dari orang-orang disekitarnya. Kecintaannya terhadap buku dan ingin menularkan kebiasaan membaca kepada orang lain.
Ya… inilah mahasiswa Aqidah Filsafat UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Membawa berbagai macam buku sambil berjualan agar-agar.
Karena semangatnya itu, akhirnya ada wartawan yang mengangkat kisahnya. Kemudian ia mulai diundang untuk berbagi cerita di beberapa seminar juga televisi.
Kini ia juga tengah merintis untuk membuat Perpustakaan sendiri, supaya dapat memenuhi kebutuhan pengetahuan masyarakat.
Lalu bagaimana ceritanya dimulai…?
“Ya.. saya sempat mengalami kendala finansial. Dimana untuk bisa “survive” saya berjualan agar-agar dari gang ke gang dan penghasilan saya sehari biasanya mencapai Rp 35.000,- Dipake untuk makan, kebutuhan sehari-hari dan kuliah,” jawabnya sambil menerawang.
Namun di tengah kondisi tersebut, Budi tetap bersemangat dalam menjalani hidup yang diisi dengan hal-hal positif. Bahkan banyak belajar dan berdiskusi dengan banyak orang.
“Saat semester 7 saya mengikuti mata kuliah Teologi Islam yang dosennya adalah Bambang Q Anes. Lalu beliau membawa dosen tamu yaitu Rosihon Fahmi. Dan kebetulan kang Fahmi dalam perkuliahan menggunakan konsep Khidmat dan bukan hanya wacana saja di kelas. Tetapi dengan gerakan yaitu Program “Rindu Menanti” yang merupakan gerakan Literasi,” papar Budi.
Budi juga bercerita mengenal sosok Rosihon Fahmi, sebagai seorang Filsuf Eksistensialisme seperti Albert Camus yang menulis buku “Sampar” yaitu tentang seorang dokter yang merelakan nyawanya untuk membantu orang-orang yang mempunyai penyakit menular dan mematikan. Dan Budi terinspirasi darinya. Sehingga ia juga ingin membuat perpustakaan sendiri. Meskipun belum sempat berbuat banyak karena tidak memiliki dana.
“Tapi saat melihat Kang Fahmi, membuat Perpustakaan tanpa mengeluarkan finanasial yang besar. Dan dapat memanfaatkan fasilitas publik, akhirnya terpikir untuk membawa buku dengan dipikul bersama barang dagangan.
“Pada saat itu mental saya naik turun dan berlarut-larut. Namun tidak lekas saya hapus dalam pikiran. Hingga akhirnya mengutarakan hal tersebut, kepada Kang Fahmi dan beliau mendukung akhirnya saya memulai,” jelasnya.
Pemuda kelahiran Bandung, 26 Oktober 1990 ini juga, menjelaskan bahwa pada awalnya berjualan agar-agar sambil membawa buku itu tidak mudah. Selain membawa beban dipundaknya yang cukup berat. Penghasilannya juga berkurang. Akan tetapi niat dan itikadnya yang sudah bulat untuk membuat Perpustakaan bagi masyarakat, tidak membuatnya berhenti. Hingga pada akhirnya mulai mengumpulkan donasi buku untuk membuat perpustakaan sendiri.
“Karena ingin berkhidmat atau melayani siapapun dengan cara memiliki Perpustakaan. Memang awalnya dari tugas kampus, pada akhirnya nyaman dengan apa yang dilakukan selama dua tahun terakhir ini,” ungkapnya.
Budi berharap bahwa apa yang dia lakukan, dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan untuk kedepannya ia berkeinginan membuat buku. Juga tengah mengajak para pembaca di “Perpustakaan Mini” nya untuk menuliskan atau merangkum apa yang dipahami dari buku yang dipinjam.
“Kedepannya saya ingin membangakan orang tua, Guru, Dosen yang terutama kepada Dosen Bambang Q Anes, Ahmad Gibson dan Rosihan Fahmi. Saya juga ingin menjadi orang yang lebih baik lagi,” tutur penggemar dari Albert Camus dan Kartini ini. (Tiwi Kasavela)