FeaturedFigurSMA/SMK

Dwi Iriani 30 Tahun Mengabdi Untuk Pendidikan…!

0

Bandung, BEREDUKASI.Com — SENYUM hangat menyapa kehadiran BEREDUKASI.Com, ketika menemui Dra. Hj. Dwi Iriani, MPd atau Dwi, beberapa waktu lalu.

Lulusan Fakultas Psikologi UNISBA 1983 jurusan Psikologi Pendidikan. dan Bimbingan IKIP Bandung. Tahun 1982 telah menyelesaikan studi Magister Psikologi Pendidikan di UPI Bandung tahun 2013.

Mengabdi untuk pendidikan sudah dijalani oleh Dwi, sejak tahun 1988 hingga 1995 sebagai Guru BK Honorer di SMA Nasional di Jl. Ir. H. Juanda Bandung. Kemudian diangkat menjadi PNS di SMPN 2 Cileunyi, Kabupaten Bandung dari tahun 1996 hingga 2000. Sejak tahun 2000 hingga saat ini, dimutasi ke SMPN 45 Bandung dan sempat menjadi Koordinator BK tahun 2000-2006. Kemudian menjadi Wakasek Humas 2012-2014.

Disamping mengajar, Dwi juga memiliki aktifitas lain sebagai Pengurus di Seksi Anak Asuh Majelis Ta’lim Nurul Hidayah Arcamanik Endah, membantu (insidental) dalam kegiatan pendidikan di Sekolah Terbuka SMP Firdaus di bawah binaan Masjid Nurul Hidayah Arcamanik. Mengisi materi dalam bidang pendidikan/kepramukaan di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Sukamiskin dan mengisi materi tentang Keputrian yang berlangsung, setiap hari Jum’at siang di lingkungan SMPN 45 Bandung.

“Saya memiliki motto hidup, bahwa Jangan Pernah Berhenti Untuk Belajar. Harapan ke depan, ingin para pendidik dapat  menjadi Sumber Inspirasi bagi siswa-siswinya,” tutur perempuan kelahiran Bandung, 21 September 1963.

Sulung dari empat bersaudara ini, bercerita bahwa ayahnya adalah Ir.H Ponimin Mentosumitro (alm), merupakan pensiunan PNS Dosen di Departemen Geodesi ITB. Dan ibunya Hj. Noorlaila yang Dwi angap sebagai  seorang perempuan yang hebat. Karena  memutuskan berhenti bekerja demi fokus mendidik anak-anaknya.

“Ayah dan Ibu adalah orang-orang yang hebat dalam kehidupan pendidikan saya. Sampai akhir hayatnya, Ayah masih tetap konsisten dengan dunia pendidikan,” tandasnya.

Itulah barangkali yang membuat Dwi termotivasi, menjadi Pendidik yang penuh dedikasi. Dimana menurutnya seorang Guru, idealnya dapat menjadi teman, sahabat dan orangtua pengganti bagi siswa-siswinya.

“Di jaman Now mencari informasi atau pelajaran itu mudah. Tinggal membuka internet, browsing dan akan mendapat jawaban.Tetapi untuk mendapatkan sapaan hangat, pandangan yang sejuk dan genggaman yang menenangkan…itu yang sulit diperoleh,” terang Dwi.

Menurut Dwi, Guru jaman “Now”, harus siap mendengarkan dan menyiapkan bahunya untuk sandaran siswa-siswi yang merasa berat dengan bebannya.

“Guru jaman “Now” tidak perlu lagi berkata banyak dengan segudang nasihat, yang diperlukan siswa-siswi sekarang adalah keteladan dan contoh yang baik,” ujar penggemar tokoh Ki Hajar Dewantara.

Dwi yang sudah menjadi Guru BK selama 30 tahun ini. Bercerita bahwa banyak suka dan duka yang dirasakan selama menjadi guru. Adapun hal yang membuatnya senang adalah, apabila mendengar atau melihat dan mengetahui. Bahwa ada siswa-siswinya yang bermasalah berat dan sempat ditangani, kini bisa berhasil dalam kehidupannya.

“Dan hal yang paling membuat saya sedih adala, jika ada anak bermasalah yang orang tuanya tidak kooperatif. Dan sikap orang tua yang seperti ini yang sering membuat tidak berhasil, dalam menangani masalah anak itu,” jelasnya.

Menurut Dwi untuk menjadi Guru BK, perlu memiliki banyak persiapan. Diantaranya Ilmu yang mumpuni ditambah “skill” lain yang mendukung. Karakter yang baik, sabar, pemaaf, penyayang, bijaksana dan selalu mau belajar.

“Oh ya kami juga disekolah tengah berupaya mewujudkan pendidikan Inklusif. Mengacu pada UUD 45 pasal 31 ayat 1, bahwa setiap warganegara Indonesia berhak untuk mendapat Pendidikan dan UU Sisdiknas no. 20 tahun 2013, tentang pendidikan tidak diskriminatif dan Perwal no 20/2002 tentang setiap satuan pendidikan. Wajib melaksanakan pendidikan Inklusif. Pada prinsipnya adalah setiap warganegara, berhak untuk mendapat Pendidikan.aka apapun masalah yang dimiliki siswa-siswi yang dapat menghambat proses pendidikannya, harus dapat diakomodir oleh pemerintah,  masyarakat dan sekolah,” paparnya.

Karena itu tidak ada lagi alasan siswa-siswi yang tidak dapat melaksanakan pendidikan, karena alasan keterbatasan berbagai hal yang dimilikinya. Setiap manusia pada hakekatnya, memiliki keragaman kemampuan.

Tugas Guru, tugas pendidik serta orangtua dan masyarakat. Agar menfasilitasi setiap siswa-siswi bertumbuh kembang potensi dan kemampuannya secara optimal, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

“Guru, pendidik, masyarakat dan orangtua, harus dapat mengapresiasi semua bentuk potensi anak. Prinsip dari pendidikan inklusif itu sendiri adalah menerima semua keragaman siswa-siswi.

Baik keragaman potensi, ekonomi, latar belakang budaya dan lain sebagainya,” terangnya

Jadi menurut Dwi pendidikan inklusif itu penting dan semua orang harus sudah lebih membuka diri untuk menerima siswa-aiswi didik. Dengan beragam upaya dalam membina siswa-siswi di sekolah. Diantaranya dengan berusaha menerima siswa-siswi didik apa adanya, menghargai mereka sebagai manusia yang mempunyai kekurangan dan kelebihan, memiliki perasaan dan memiliki akal.

“Saya juga selalu mencoba untuk menemukan potensi apa yang dimiliki siswa-siswi tersebut. Setelah ditemukan, saya mencoba untuk mengarahkan mereka sesuai dengan kemampuan yang dimiliki,” kata Dwi.

Jika Dwi menemukan siswa-siswi yang berkesulitan, maka akan menawarkan pada siswa-siswi yang bersangkutan. Apakah memerlukan bantuannya untuk kemudian berkoordinasi dan bekerjasama dengan para orangtuanya.

“Bagi saya profesi seorang Guru adalah profesi yang menuntut dedikasi tinggi, kecintaan dan rasa kasih sayang yang besar. Tentunya diimbangi dengan kemampuan untuk terus belajar dan belajar meng “up grade” diri dengan ilmu pengetahuan yang terbaru,” pungkasnya optimis pada petang hari itu. (Tiwi Kasavela)

admin

Momen Hari R.A. Kartini Ribuan Perempuan Jabar Dukung Program “Hasanah”….!

Previous article

5 Tricks to Improve Your Website design

Next article

You may also like

More in Featured