Bandung, BEREDUKASI.Com — BEBERAPA waktu yang lalu ada sesuatu yang berbeda di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, tepatnya Dibawah Pohon Rindang (DPR). Karena komunitas Jaringan Anak Sastra atau JAS yang para anggotanya, merupakan mahasiswa UIN. Sedang merayakan ulang tahun yang ke-3 tahun.
Ryan Zulkarnaen Ketua JAS, sekaligus panitia bidang acara mengungkakan, bahwa JAS kali ini mengusung tema Wajah Sastra yaitu “Menyingkap Ambivalensi Sastra Populer di Indonesia”.
“Kegiatan ini sebagai reaksi dari akumulasi kawan kawan JAS yang memiliki perhatian pada perkembangan sastra hari ini. Khususnya jenis Sastra Populer. Terlepas dari perspektif di atas yang terkesan politis yang dapat menandai pula kemana tendesi selera sastra komunitas kami,” tutur Ryan.
Adapun alasannya Ryan menjelaskan, bahwa pertama, bukan meneruskan atau merayakan adanya dikotomi antara Sastra Adiluhung dan Sastra Populer. Akan tetapi ingin memahami kembali, apa yang menyebabkan adanya dikotomi pada sastra.
“Lagi pula di satu sisi, keberadaan jenis Sastra Populer mampu menstimulus pembaca dari berbagai kalangan masyarakat. Terbukti ada teman kami sebagai buruh di pabrik, dia mengkonsumsi bacaan-bacaan Pop, sebagai pelepas dari kejenuhan mereka sehari hari. Jelas, karena sifatnya komersil, mudah dicerna dan menghibur. Otomatis sastra jenis ini menjadi barang yang ideal untuk dikonsumsi,” terang Ryan.
Sementara itu di sisi lain, Sastra Populer sebagai sebuah media yang mempunyai realitas kekhasannya tersendiri. Dalam artian siapapun orang berhak dapat menikmatinya tanpa harus berlatih dan membaca.
“Nah… yang kami soroti bahkan resah, tema-tema yang hadir disajikan Sastra Pop semacam sesuatu barang yang mengaburkan dari persoalan-persoalan kehidupan nyata. lalu digiring pada dunia khayalan, tentunya akan mengilusikan. Maksudnya, barang instan dan siap saji itu menjauhkan diri pada realitas sesungguhnya dunia,” urai Ryan.
Acara yang dihadiri sekitar 200 orang ini l, juga diisi dengan diskusi dan hiburan. Harapannya tentu saja melalui tema yang disajikan, semoga menjadi sebuah pengetahuan baru bagi para penggiat sastra. Ditengah hiruk-pikuknya produk budaya Pop dan sesuatu hal yang perlu yang analisis kembali bagi para penggiat sastra di kampus UIN Bandung.
“Acara ini diadakan setahun sekali, sebagai grand tema milangkala komunitas. Pesannya, semoga kita tetap melek akan carut marutnya realitas. Karena melalui seni khususnya sastra yang bersifat “represent”, menjadi alternatif menghadirkan suatu kebenaran yang hakekatnya, tidak eksplisit atau tidak ditelan mentah- mentah. Karena, sastra menghaluskan perasaan dan menajamkan pikiran,” papar Ryan sore itu.
Selain acara ini merupakan acara tahunan. Komunitas yang terbentuk sejak 26 Febuari 2015 di UIN ini. Juga memiliki agenda mingguan, seperti pada hari selasa mengadakan Proses Kreatif yaitu membuat Karya Sastra bersama-sama. Kemudian pada hari Rabu mengadakan Diskusi seperti mengkaji ilmu-ilmu sastra. (Tiwi Kasavela)