Jakarta, BEREDUKASI.Com — ANAK-ANAK merupakan pribadi yang unik. Memiliki kebutuhan dan kemampuan berbeda dalam mengekspresikan rasa keindahan. Bimbingan yang tepat memungkinkan anak dapat mengungkapkan rasa keindahan lebih menarik, serta dapat mengapresiasikan gejala keindahan yang ada di sekelilingnya.
Pandangan ini antara lain mengemuka pada penutupan acara ‘Gelar Tari Anak Indonesia 2018’ yang berlangsung di Istana Anak-anak Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, beberapa hari yang lalu.
“Ketika menggarap tari anak, para koreografer harus selalu punya kesadaran bahwa ide dan gagasan lahir dari keseharian anak. Karena umumnya koreografer orang dewasa, maka bagaimana mereka bisa masuk ke dalam dunia anak. Kesadaran ini hendaknya selalu ditanamkan,” ujar Hartati, S.Sn, M.Sn, sebelum mengumumkan karya terpilih “Gelar Tari Anak Indonesia 2018”.
Hartati, adalah salah satu juri pengamat, ajang apresiasi seni yang diselenggarakan Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini.
Juri pengamat lainnya, Drs. Frans Sartono (Wartawan, pengamat seni pertunjukan dan General Manager Bentara Budaya), Wasi Bantolo, S.Sn, M. Hum (Dosen ISI Surakarta dan praktisi tari), Drs. MJ. Florybertus Fonno (Praktisi tari dan pengajar di Padepokan Bagong Kussudiardjo Yogyakarta) dan Anusirwan, M.Sn (Komponis dan penata musik tari).
“Gelar Tari Anak Indonesia 2018” bukan ajang kompetisi atau lomba. Melainkan ajang berkreasi dan berinovasi melalui seni tari, yang melibatkan peran serta anak-anak dari berbagai provinsi di Indonesia.
Menurut Hartati, dari sisi pesan yang disampaikan para penampil melalui kegiatan ini sudah bagus, namun eksekusinya lemah. “Kurang menggali nilai kultural dari wilayah masing-masing, baik dari sisi musik juga tentang tarinya. Kurang memahami apa yang menjadi elemen penting dari sebuah pertunjukan, seperti pemanfaatan set, property, dan keserasian kostum,” papar Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini, mewakili pengamat lainnya.
Penyelenggara dan Tim Pengamat memilih dan menetapkan 30 karya terpilih. Meliputi; 10 Penari Terpilih, 5 Grup Penyaji Terpilih , 5 Koreografer Terpilih, 5 Penata Musik Terpilih, dan 5 Penata Rias dan Busana Terpilih.
Grup dari Provinsi Riau, yang menampilkan tarian berjudul, “Mandi-mandi Berbenen” memborong seluruh Kategori Karya Terpilih. Difa Julia Arizki (Penari Terpilih), Sanggar Seni Terusan Kasih (Grup Penyaji Terpilih), Faizal Andri, S.Pd (Koreografer Terpilih), Iswahyudi, S.Pd, (Penata Musik Terpilih) dan Emon Ramadhan Putra, S.Pd (Penata Rias dan Busana Terpilih).
Tari “Mandi-mandi Berbenen” mengisahkan, di pesisir Riau, khususnya di Kabupaten Pelalawan, sering terjadi peristiwa alam, pasang surut air di Sungai Kampar. Anak-anak kecil memanfaatkannya untuk mandi dan bermain air. Mereka menunggu air pasang tiba, agar bisa bermain air menggunakan benen (ban dalam mobil). Dalam garapan ini gerak yang digunakan gerakan seperti Zapin dan Lenggang, sebagai menjadi dasar pijakan ragam tari Melayu Riau.
Para penari anak-anak terdiri dari, Raihan Syah Al-Fitrah, Ananda Zikri Maulana, T. Rizky Alfendala, Keysha Zazhira, Supank, Nabila Mutiah Putri, Difa Julia Arizki, dan Azzahra Afni Lubis. Didukung oleh para pemusik, Roby Wahyudi, M. Andrian Gigs, Ilham Fikri, Imam Ahmad Ferdiansyah, Ilham Syahendra, Syarifah Syahira dan Iswahyudi.
“Anak-anak Cerdas dan Berkarakter” Direktur Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Restu Gunawan, M.Hum, dalam sambutan penutup menyampaikan, bahwa Indonesia punya harapan besar.
“Kita semakin yakin ketika melihat anak-anak yang cerdas, berkarakter, dan memiliki kemampuan berolah-rasa yang bagus di pentas ini. Kalian bisa menjadi duta-duta di sekolah dan di lingkungan masing-masing. Ini menjadi tugas kalian, sampaikan hal ini kepada yang lain di daerah, serta ajak mereka berkesenian,” pesan Restu kepada anak-anak dan orangtua pendamping yang hadir.
Pembinaan dan pengembangan berkesenian, lanjut Restu, bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Pusat, namun juga Pemerintah Daerah. Restu mengharapkan, agar para Kepala Dinas atau yang menangani kebudayaan, dapat berperan serta menggerakkan potensi seni budaya di wilayah masing-masing.
“Berkesenian itu sangat penting dalam rangka membentuk karakter bangsa. Potensi budaya itu basisnya di daerah. Jika hal ini dapat dikerjakan Pemerintah Daerah secara gotong royong, maka puncaknya dapat kita tampilkan di sini (Jakarta),” ujar Restu.
Gelar Tari Anak Indonesia 2018 ini, diikuti 27 komunitas terpilih mewakili provinsi. Hari pertama, Rabu (03/10/2018), tampil grup tari dari DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, dan Kalimantan Timur.
Hari kedua, Kamis (04/10/2018), tampil 11 grup, dari Bengkulu, Banten, Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Jambi, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Nusatenggara Timur, dan Sumatera Barat.
Hari terakhir, Jum’at (05/10/2018), tampil 7 grup, dari Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Riau, Nusa Tenggara Barat,, Sumatera Selatan, dan DKI Jakarta. Satu grup dari Sulawesi Tengah batal mengikuti gelar acara ini, karena wilayahnya sedang menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. (Red)