Bandung, BEREDUKASI.Com — SETIAP Bulan Ramadhan datang, ada hal yang ditunggu-tunggu oleh warga Kota Bandung selain azan Magrib yaitu kehadiran Abah Geyot. Ia selalu hadir saat Ramadhan di pusat-pusat keramaian. Tahun ini, Abah Geyot “Mangkal” di Taman Vanda dan Jl. Dipobegoro (Depan Gasibu–Gedung Sate).
Abah Geyot merupakan patung laki-laki setinggi sekitar 3 meter yang bertubuh gemuk. Ia selalu mengenakan baju takwa dan berselendangkan sarung. Tak lupa, Abah Geyot selalu berpeci.
Patung tersebut disebut Abah Geyot karena gerakan pinggulnya yang bergerak ke kanan dan ke kiri persis sedang bergoyang. Atau istilah dalam bahasa Sunda disebut “ngageyot”. Selagi ngageyot, tangannya sambil seolah-olah sedang menabuh beduk raksasa. Abah Geyot digerakkan secara mekanis dengan mesin.
Abah Geyot mulai hadir menyapa warga sejak tahun 1990-an. Konon, patung itu mulai sering muncul ketika zaman Wali Kota Bandung Ateng Wahyudi. Sejak saat itu, Abah Geyot selalu menemani warga saat ngabuburit.
Patung Abah Geyot tidak hanya terpasang di satu titik. Biasanya, ada 3-4 titik tersebar di seluruh penjuru kota. Dengan begitu masyarakat di Kota Bandung seluruhnya bisa “disapa” oleh patung tambun nan menggemaskan itu.
Sejak hadir di Bandung tahun 1990-an, Abah Geyot diduplikasi di berbagai daerah di Jawa Barat. Mulai dari Majalengka hingga Priangan Timur, seperti Ciamis, Banjar dan Tasikmalaya. Abah Geyot pun menjadi semakin “melegenda” di masyarakat Tatar Parahyangan.
Saking dirindukannya, patung Abah Geyot selalu dicari jika telat datang saat Ramadhan. Di Kota Bandung, ada masa-masa Abah Geyot tidak terpasang. Hal itu membuat warga bertanya-tanya, bahkan meminta kepada Wali Kota agar Abah Geyot didatangkan.
Hingga kini, Abah Geyot selalu jadi primadona ketika Ramadan tiba. Banyak orangtua yang mengajak anak-anaknya untuk menyapa Abah Geyot. Tentu hanya sekadar melihatnya ngageyot sambil menabuh bedug. Abah Geyot telah mengisi kenangan warga Kota Bandung dari generasi ke generasi. (Red)