Bandung, BEREDUKASI.Com — DUNIA fashion rasanya sudah mendarah daging bagi gadis cantik bernama lengkap Alyza Azalia Bachmid, yang biasa dipanggil Alyza.
Terbukti Lulusan S1 Kriya Tekstil FSRD ITB yang pada bulan September 2018 akan lanjut studinya untuk meraih Master di London College of Fashion ini. pernah menjadi Juara 3 IFDC (Indonesia Fashion Design Competition) yang dibuat oleh IFW, Desainer terpilih dari RBDI (Kemenparekraf) dan Menjadi tenaga ahli dalam program bekraf IKKON (designer ke daerah).
“Saya bercita-cita menjadi fashion designer yang dikenal secara global. Dan memberi dampak positif untuk orang-orang di industri ini dan sekitarnya. Juga ingin membangun sekolah dan pusat pelatihan untuk para perajin di Lasem,” terangnya yang lahir di Bandung pada tanggal 12 April 1993.
Pemfavorit warna hitam, dusty pink, putih, hijau tua. Dan penggemar berat makanan pedas ini juga berharap kedepannya. Dapat memajukan perajin Batik di daerah Lasem. Serta membuka butik untuk “brand”nya. Juga bisa fokus bermusik dalam ranah yang lebih profesional.
“Saya mempunyai motto hidup yakni “low key, high quality”. Jadilah orang sederhana yang berkualitas, tinggi baik dari pemikiran, manners, dan output,” terangnya yang juga tengah sibuk menjalankan “brand” pribadi yaitu “Motiprins”.
Pemilik tinggi 158 cm ini juga mengaku bahwa ia hobi bermain musik elektronik dan membaca buku.
“Untuk tokoh Idola saya menggemari Rei Kawakubo seorang Desainer dari Jepang dan Dina Dellyana yang merupakan musisi HMGNC. Karena saya lihat mereka adalah contoh orang-orang yang selalu berinovasi, aktif dan tekun dengan ide serta usahanya dan tidak bisa berdiam diri,” terang sulung dari dua bersaudara.
Sementara untuk orang yang menginspirasinya, Alyza mengatakan bahwa masyarakat sekitar, tanaman, alam serta musisi favoritnya yakni Morrissey dan David Bowie yang selalu memberikan semangat baru dalam mengeksplorasi berbagai hal.
“Makna hidup bagi saya adalah dengan menjalaninya dengan ikhlas. Selalu ingat bahwa saya harus bisa mewariskan hal baik dan ketika nanti mati, “memento mori” mengingat mati,” pungkasnya malam itu. (Tiwi Kasavela)