Sukabumi, BEREDUKASI.Com — SENYUM terpancar dari gadis cantik yang selalu berpikir positif dan menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat ini. Ketika ditemui BEREDUKASI.Com di sela-sela kesibukannya.
“Nama lengkap saya Laras Ramadhania Putri, sering di panggil Ayas. Singkat cerita saya ini memiliki 2 akte kelahiran, karena dulu nama saya berubah. Awalnya nama saya Valindry Latina Rasa Ramadhania Putri Sugih Mandiri. Karna sering sakit dan lain hal disingkatlah dari Latina Rasa menjadi Laras. Latina diambil dari Nada Sunda, 5 4 3 Latina, Surupan Laras,” paparnya ramah membuka perbincangan.
Ayas juga bercerita bahwa ia lahir di Sukabumi, tapi kedua orangtuanya. Bukan asli dari sana, Ibunya dari Tanah datar, Sumatera Barat. Sementara ayahnya dari Majalaya, Kabupaten Bandung.
“Jadi saya mendapat nama suku dari Minang, Suku Jambak. Karena Minang itu Matrilineal, suku turun dari Ibu. Mereka bertemu di Sukabumi karena mengajar di sekolah yang sama. Dan jatuh cinta hehehe…,” ulasnya sambil tersenyum manis.
Mengenai prestasi, Mojang Pinilih Kabupaten Sukabumi 2018 yang mendapatkan “Double Sash” menyandang Mojang Motekar Berbakat Kabupaten Sukabumi 2018 ini juga ternyata lolos program Kemenresdikti, Credit Transfer, Permata atau pertukaran mahasiswa tanah air untuk bidang Tari. Menjadi Opening and Closing Dancer PON Jabar XIX 2016. Mendapatkan Juara 2 dalam acara Parade Tari Nusantara, Jawa Barat, Juara 1 Vocal Grup FLS2N Kabupaten Sukabumi 2010 dan 2011, Juara 2 Teater FLS2N Jawa Barat 2013 dan 2014, Juara 3 Debate English Competition Kabupaten Sukabumi 2014 serta1q Mengikuti Lomba Presenter Bahasa Sunda di TVRI Jabar dan Penari di Solo yang Menari 24 Jam.
“Untuk hobi, saya lebih condong ke seni. Tari, Musik, Vokal, begipun dengan Sastra dan bermain peran. Karena pada dasarnya saya lahir dari orangtua yang juga berkecimpung di dunia seni. Bapak saya seniman di Kabupaten Sukabumi, beliau menari, dulu kuliah ditempat yang sama dengan saya sekarang. Pendidikan Tari UPI Bandung. Sedangkan Ibu, lebih kepada Seni Rupa dan Kriya. Jiwa seni yang memang sudah diturunkan orangtua bertumbuh kembang sejalan dengan saya yang senang dan bahagia dengan dunia seni,” jelas penyuka makanan rumah, serta semua menu Greentea dan Potato.
Penvaforit warna abu ini juga mengatakan, bahwa ia memiliki motto “Everything happen for a reason”. Sebab inilah hal yang membuatnya terus bersemangat dalam menjalahi hidup. Ikhlas dengan apa yang sudah Tuhan takdirkan, tidak merasa tinggi ketika diberi bahagia atau amanah. Karena yakin bahwasanya hal tersebut, memiliki alasan tersendiri serta yakin dan percaya dengan semua alur hidup.
“Semua terjadi karena sebuah alasan, masalah tentang alasan itu. Akan saya ketahui atau tidak yang terpenting semua hal tidak ada yang terjadi sia-sia,” lanjutnya.
Pemilik tinggi 164 CM ini juga berharap, bahwa kedepannya ia ingin bisa membuat kedua orang tuanya bangga. Ia juga selalu mengingat bahwa kedua orang tuanya sering mengatakan kepadanya. Bahwa ia harus bisa bermanfaat bagi orang lain, dimanapun ia berada, ditempat buruk sekalipun. Ia harus bisa bermanfaat bagi orang lain, terlepas dari apa yang akan ia lakukan.
“Untuk cita-cita, saya ingin menjadi Pendidik. Dari TK sampai saat ini, cita-cita itu belum pernah sekalipun berubah. Dulu saat kecil alasannya sangat sederhana, ingin seperti ibu dan bapak yaitu Guru. Tetapi semakin dewasa, saya semakin menanyakan pada diri sendiri. Kenapa saya ingin menjadi Pendidik dan saya sudah mendapatkan jawabannya yaitu ingin bermanfaat bagi orang lain. Memberikan sedikit ilmu yang saya miliki untuk orang lain. Ilmu itu tidak berat dibawa dan tidak susah dibagikan. Dalam agama merupakan salasatu pahala yang tidak terputus adalah Ilmu yang bermanfaat,” papar mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Departemen pendidikan Seni Tari, fakultas Pendidikan Seni dan Desain, semester VII.
Selain kuliah, Laras juga tengah mempersiapkan Pasanggiri Mojang Jajaka Jawa Barat 2018. Dan beberapa waktu lalu mengikuti karantina Duta Kampus Putera Puteri Bumi Siliwangi 2018 dan berhasil menjadi Runner Up 1.
“Mengenai tokoh idola, sebenarnya banyak, karena setiap tokoh tersebut memiliki hal yang dapat diambil ilmu dan pengalamannya. Salasatunya adalah Ibu Inggit Garnasih, salasatu istri dari Soekarno. Dimana beliau menjadi pengantar kesuksesan Bung Karno. Namun ketika Bung karno telah di pintu kesuksesannya, Bu inggit lepas darinya. Hal ini tertuang dalam salasatu buku yang menceritakan hal tersebut yaitu “Ku Antar Kau Ke Gerbang”,” ulasnya.
Disamping itu, Ayas pun mengaku bahwa ia menyukai Jane Austen. Dimana tulisan-tulisannya tidak pernah mati dimakan jaman. Juga Oprah Winfrey yang merupakan sosok yang menjadi inspirasinya, untuk menjadi Public Speaker yang luar biasa. Ia meneladani kegigihan wanita-wanita tersebut dalam menjalani hidupnya.
“Adapun sosok yang menginspirasi saya adalah Ibu. Sosok wanita yang dapat menjadi apapun demi keluarga. Guru, Koki, Dokter, Apoteker, Arsitek, segalanya dilakukan. Wanita tangguh yang pernah menghidupi anak perempuannya seorang diri. Wanita yang selau mengingatkan, bahwa hidup kita ini sementara dan menjadi tempat berbagi. Dan menjadi salasatu Surga bagi saya pribadi,” terang sulung dari dua bersaudara.
Bagi Ayas, hidup adalah hal yang dijalani dengan hati. Karena hari yang tidak dijalani dengan hati, hanya akan membuat makna dari hidup itu hilang tanpa arti. Ikhlas dalam hidup adalah sesuatu yang sulit, menerima hal yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan adalah contoh sederhana dari ikhlas.
“Sering kali kita lupa tentang akhir dari hidup, menikmati dunia dengan ambisi. Namun lupa kemana kita akan kembali. Hidup sederhana lah yang perlu kita coba untuk lakukan. Sederhana bukan berarti kekurangan, namun menjadi bijaksana menjalani dan melakukan segala sesuatu dengan semestinya dan tidak dipaksakan,” terangnya antusias.
Ditanyai mengenai hal yang membuatnya selalu bersemangat. Laras menjawab bahwa kedua orangtua adalah alasannya selalu tegar dan kuat.
“Karena dari kecil hingga saat ini, saya belum pernah sekalipun mendengar mereka mengeluh membesarkan saya. Belum pernah mendengar mereka mengeluh mencari nafkah. Maka begitu bodohnya saya, ketika mereka semangat membiayai saya. Saya tidak menjalani hari-hari dengan luar biasa,” terangnya antusias menutup obrolan pagi itu. Ketika matahari baru mulai meninggi dan memberikan nuansa kehangatan ke dalam jiwa. (Tiwi Kasavela)