Bandung, BEREDUKASI.Com — SETELAH mengalami Erupsi terakhir yang terjadi pada 6 Oktober 2013 lalu. Pada hari Jum’at (26/7/ 2019) tepatnya pukul 15:48:18 WIB Gunung Tangkuban Perahu kembali mengalami Erupsi.
Gunung api Tangkubanparahu sendiri, merupakan gunung api aktif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG, Ir. Gede Suantika M.Sc menyampaikan. Bahwa Erupsi Gunung Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan “Freatik” dari Kawah Ratu.
“Dari data Pemantauan, secara visual nampak bahwa aktivitas permukaan satu bulan terakhir. Didominasi oleh hembusan asap dari kawah utama yaitu Kawah Ratu. Dengan ketinggian sekitar 15- 150 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan wama putih dan intensitas tipis hingga tebal,” terangnya pada Sabtu (27/7/19) di Ruang Monitoring PVMBG Badan Geologi Jl. Diponegoro no 57 Bandung.
Erupsi yang terjadi pada Jum’at (26/7/2019) pukul tepatnya 15:48:18 WIB, lanjut Gede Suantika, ada dengan tinggi kolom abu teramati 200 meter di atas puncak kurang lebih 2284 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwama abu tebal kehitaman, condong kearah timur laut dan selatan. Erupsi ini terekam di Seismogram dengan Amplitudo maksimum 50 mm (Overscale) dan Durasi sekitar 5 menit 30 detik.
Secara Seismik, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi oleh gempa-gempa yang mencerminkan aktivitas di kedalaman dangkal berupa Gempa Hembusan.
Setelah Erupsi terjadi. Rekaman Seismik didominasi oleh Tremor menerus dengan Amplitudo maksimum 2-32 mm (dominan 15 mm). Terekamnya Tremor ini berkaitan dengan pelepasan tekanan berupa hembusan-hembusan yang terjadi sampai saat ini.
“Adapun secara Deformasi. Dalam satu bulan terakhir Gunung Tangkuban Parahu, mengalami inflasi kecil bersifat lokal. Data Deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih belum stabil,” terangnya.
Sementara itu, Secara Geokimia Gas, di area sekitar Kawah Ratu menunjukkan telah terjadi peningkatan kandungan gas vulkanik H2S dan SO2 pada tanggal 10 Juli 2019. Kandungan gas vulkanik semakin meningkat pada tanggal 13 Juli 2019. Namun hasil pengukuran konsentrasi gas-gas tersebut. setelah pukul 12:00 WIB, sudah cenderung menurun lagi secara cukup signifikan. Pengukuran gas terakhir tanggal 21 Juli 2019 menunjukkan konsentrasi gas masih berfluktuasi dan cenderung menurun.
“Dengan demikian kami dapat menganalisis bahwa Gunung Tangkuban Parahu masih berpotensi untuk terjadi Erupsi dengan masih terekamnya Tremor terus menerus,” ulasnya.
Disamping itu, hasil evaluasi data pemantauan terkini mengindikasikan bahwa potensi untuk terjadinya Erupsi besar masih belum teramati.
“Untuk aktivitas Gunung Tangkuban Parahu, masih berada dalam kondisi yang belum stabil dan aktivitas dapat berubah sewaktu-waktu,” tandasnya.
Untuk ancaman bahaya yang paling mungkin terjadi saat ini, berupa hembusan gas vulkanik dengan konsentrasi berfluktuasi di sekitar Kawah Ratu.
Yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa pengunjung, pedagang, masyarakat sekitar, bila kecenderungan konsentrasi gas-gas vulkanik tetap tinggi. Serta Erupsi Freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas.
“Dengan demikian Tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih Level 1 atau Normal. Evaluasi menerus tetap dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan tingkat ancamannya,” tutupnya pagi itu. (Tiwi Kasavela)