Bandung, BEREDUKASI.Com — BERAWAL dari kegelisahan di era jaman “now” yang telah mulai menggusur adat, seni dan kebudayaan kita.
Untuk mengantisipasinya, Desa Cibiru memiliki cara “unik” untuk menghidupkan kembali nilai-nilai sosial, seni dan budaya yang ada di lingkungan masyarakat. Salasatunya dengan menggelar “Festival Jampana”, yang telah berlangsung pada hari Sabtu (28/918) di Lapang Urugan, RW.01, Kelurahan, Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung.
Camat Cibiru yaitu Ayi Sutarsa, selaku penggagas acara “Festival Jampana” ini. Mengatakan, “Tradisi ini harus tetap terjaga dan di kenal di kalangan kaum milenial. Karena Desa Cibiru adalah Desa yang kaya dengan komunitas seni. Salasatunya seni tradisi “Jampana” yang berarti Tandu, dulu Tandu itu berisikan hasil bumi mulai dari padi, singkong, ubi dan segala macam sayuran”.
Ayi Sutarsa juga menerangkan, sekarang sudah jarang masyarakat terutama di Cibiru. Yang bisa mengolah dan menghasilkan murni hasil bumi. Apalagi dari hasil bumi itu, dikemas dengan banyak kreatifitas, seperti makanan olahan.
“Karena jenis makanan pokok dari hasil bumi ini, sudah sedikit di Cibiru. Kecuali Cibiru bagian atas yang sudah mulai bergeser ke makanan olahan,” jelas Ayi Sutarsa.
Ayi juga menambahkan, kebanyakan yang ditampilkan di “Festival Jampana” ini adalah makanan olahan, seperti yang ditandu berbentuk saung. Tetapi untuk gentengnya, memakai kerupuk. Karena padi sudah sedikit, jadi menggunakan makanan olahan serta buah-buahan. Sehingga mempunyai kesan yang unik.
“Acara ini sebagai tanda rasa syukur. Sehingga pada akhirnya, tetap bisa dinikmati oleh para peserta itu sendiri,” ujar Ayi.
“Sebab dalam Jampana itu, terdapat nasi tumpeng untuk di santap bersama oleh pengiring Jampana itu sendiri.
Saya berharap “tradisi” lama ini, bisa harum kembali. Karena dulu, sebelum Ujungberung berpisah dengan Cibiru. Kebudayaan-kebudayaan itu yang membuat Ujungberung namanya menjadi terkenal,” terangnya.
Kepala Kecamatan Cibiru ini juga menerangkan, bahwa Ujungberung merupakan salasatu Desa yang ada di wilayah Cibiru. Namun pada saat Ujungberung terpisah dengan Cibiru, kenyataannya ternyata Cibiru yang paling kaya dengan budayanya.
“Di wilayah Cibiru terdapat 63 Komunitas seni. Mulai dari Pencak Silat, Calung, dan masih banyak lagi. Maka dari itu, saya ingin mengangkat kembali nilai-nilai kebudayaan tersebut. Bagaimanapun caranya,” kata Ayi Sutarsa.
Dengan mendapatkan antusias dari seluruh warga di wilayah Kecamatan Cibiru, Ayi Sutarsa akhirnya mengerahkan seluruh RW Se-Kecamatan Cibiru. Untuk turut serta mendukung acara “Festival Jampana” ini.
“Jampana ini pernah diperlombakan, tetapi karena ada yang menang dan ada yang kalah. Kita sebagai pihak Kecamatan, merasa tidak enak. Dengan mereka mau berpartisipasi saja, pihak Kecamatan sudah sangat besyukur. Dari 63 RT ada 55 RW, yang ikut memeriahkan acara Jampana ini.
Arak-arakan dimulai dari kantor Kelurahan masing-masing dan berkumpul di satu titik. Yang akan dijadikan Alun-Alun Cibiru yaitu RW 01 Cisurupan. Kemudian berputar memamerkan Jampana nya, di lokasi titik kumpul tersebut. Bahkan ada yang menyumbang atau menampilkan berbagai kesenian.
Ayi juga menjelaskan, acara ini tidak lepas dari berbagai faktor penghambat. Karena lahan yang kurang luas, peserta yang terlambat hadir. Dan membuat macet jalan raya, khususnya di daerah Cibiru.
“Kita berusaha memperkenalkan Festival Jampana ini, kekhalayak ramai. Namun kita tidak memiliki lahan dan tempat yang memadai. Tidak seperti di daerah lain yang memiliki tempat yang luas. Sehingga bisa menggelar acara seni dan kebudayaan yang lebih gebyar lagi. (Ihsan)