KET FOTO: Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., menerima audiensi Pemuda Pengawas Kebijakan Publik, di Ruang Bamus DPRD, Kamis (12/10/2023). Dani/Humpro DPRD Kota Bandung.
BANDUNG, BEREDUKASI.COM — WAKIL Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., menerima audiensi Pemuda Pengawas Kebijakan Publik, di Ruang Bamus DPRD, Kamis (12/10/2023).
Ketua Umum PPKP Faisal Aji mengatakan, PPKP adalah wadah pemuda yang bergerak di bidang pengawasan dan kebijakan publik. Bukan hanya pengawasan, tetapi juga hadir mengambil peran dalam perumusan peraturan kebijakan daerah.
“Fokus dua tahun ke depan kami terkait isu sampah, pengangguran, reformasi birokrasi, pendidikan, dan identitas Kota Bandung,” ujarnya.
Dari hasil identifikasi masalah, PPKP melihat masalah kultur warga yang belum banyak menjalankan pemilahan sampah organik dengan anorganik. Mereka mengusulkan kebiasaan lama itu diubah dengan penerapan program Kang Pisman.
“Fasilitas sampah di daerah yang belum mengakomodir kebutuhan publik. Kami mengusulkan adopsi dari negara Jerman dan Singapura dengan pola pembakaran atau pemusnahan sampah yang tak menyebabkan polusi,” katanya.
PPKP juga menyoroti minimnya lapangan pekerjaan. Mereka membuka kesempatan usaha melalui reseller produk di setiap kecamatan mealui organisasi mereka, Circle Pengusaha Muda (Cipeda).
“Kami bukan mengangkat masalah saja tetapi hadir dengan solusi yang sudah dihadirkan,” katanya.
PPKP juga mengamati pelayanan publik yang masih rumit, serta meminta SMA kembali dikelola Pemkot Bandung dan pembenahan PPDB.
Edwin Senjaya mengapresiasi kehadiran PPKP sebagai wujud kepedulian kepada pembangunan Kota Bandung. DPRD Kota Bandung tentu menyambut baik peran serta setiap pihak yang bersedia untuk mengawal dan menjaga Kota Badung.
“Karena kota ini tidak bisa hanya dibangun atas dasar peran pemerintah saja, atau dewannya saja. Tetapi perlu kolaborasi dengan berbagai pihak, yang sekarang kita kenal dengan pentahelix. Unsur pentahelix ini meliputi pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, serta media. Kalau semua unsur ini bersinergis, insyaallah pembangunan Kota Bandung sesuai harapan,” tuturnya.
Edwin menjelaskan terkait masalah sampah di Kota Bandung yang sejatinya merupakan bom waktu. Peristiwa kebakaran TPA Sarimukti telah diingatkan oleh kejadian TPA Leuwigajah 2005 silam.
Akibatnya, masalah muncul sebagai pengulangan. Sama halnya dengan masa 2005, kini Kota Bandung memberlakukan status darurat sampah. Edwin menjelaskan, program Kang Pisman tentu akan membantu mengurangi sampah, tetapi tidak akan menyelesaikan produksi 1.500 ton sampah setiap hari yang dihasilkan di Kota Bandung. Perlu dipertimbangkan solusi alternatif lainnya. Salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang telah diproyeksikan sejak era Wali Kota Bandung Dada Rosada.
“Beberapa tahun lalu dewan sudah bersepakat dengan Pemkot Bandung harus memiliki PLTSa. Kota-kota maju di dunia sudah menggunakan teknologi itu. Bandung juga sudah ada perda khusus itu. PLTSa ini akan dilanjutkan, tetapi dewan ingin mencermati kembali analisis tekonologinya. Teknologi yang ditawarkan di era Pak Dada sudah tidak aktual dengan kondisi terkini. DPRD ingin mencari yang lebih ramah lingkungan dan lebih modern. Saya berharap pada 2024 siapapun pemimpinnya harus melanjutkan ini,” ujarnya.
Soal pengangguran yang menjadi masalah selayaknya kota-kota metropolitan juga dijelaskan Edwin. Ia berharap sektor penyerapan tenaga kerja ini terus ditingkatkan. Ia melihat dinas-dinas sudah menyelenggarakan pelatihan hard skill dan soft skill supaya warga Bandung memilliki keahlian. Setelah pandemi, timbul masalah ekonomi setelah didera masalah kesehatan.
“Nah, kita ingin melakukan pemulihan ekonomi. Kita bersepakat bahwa pembangunan tidak hanya fisik saja, tetapi juga nonfisik, supaya warga punya cara untuk mandiri. Pelatihan itu banyak. Ada pelatihan kuliner, pastry, katering. Anak mudanya ada pelatihan barista, desain grafis, fotografi, videografi, servis HP, otomotif, barber, public speaking, tata rias pengantin, termasuk pelatihan pengelolaan sanggar seni. Termasuk kerja sama sister city dengan negara lain dan Bandung mengirimkan tenaga kerja lokal,” katanya.
Soal reformasi birokrasi, Edwin mengakui memang masih butuh pembenahan pelayanan termasuk di sektor layanan digital. DPRD masih akan terus melakukan pengawasan supaya dinas-dinas bisa terus memperbaiki layanannya.
Terkait isu pendidikan, Edwin mengatakan bahwa DPRD Kota Bandung terus mendorong pembenahan. Selain soal PPDB, ada pula terkait jumlah sekolah yang masih belum sebanding dengan pertumbuhan populasi Kota Bandung.
“Seperti zonasi juga ditentukan dari pemerintah pusat. Bagus, tetapi perlu didukung sarana dan prasarana yang sudah mendukung. Jangankan bangunan SMA, di Bandung masih ada kecamatan yang belum punya SMP,” ujarnya.
Edwin pun menyemangati PPKP agar terus memberikan kontribusi bagi pembangunan Kota Bandung. “Jangan sampai di sini saja. Bisa lakukan audiensi ke pihak eksekutif supaya perjuangannya semakin efektif,” ujar Edwin. (Sip).