Bandung, BEREDUKASI.Com — ORGANISASI nirlaba, Ex Officio menggelar pengumpulan dana untuk Palestina di Pendopo Kota Bandung, Sabtu 5 Juni 2021.
Tidak hanya menggalang dana organisasi yang dimotori oleh Siti Muntamah Oded juga berharap Kota Bandung menjadi yang terdepan dalam memberikan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.
Mengingat di Kota Bandung lah komitmen penyetaraan hak kemerdekaan digaungkan lewat Konferensi Asia Afrika.
“Tahun 1955 Kota Bandung hadir untuk membantu perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika termasuk untuk Palestina. Kita hadir saat ini untuk memberikan dukungan secara moral maupun materil,” ucap perempuan yang akrab disapa Umi ini di Pendopo Kota Bandung, Sabtu, 5 Juni 2021.
Umi menuturkan, saat ini dukungan yang diperlukan bagi perjuangan bangsa Palestina tidak hanya sebatas doa saja. Tetapi juga memerlukan dorongan materil. Hal itulah yang membuat Ex Officio menggelar penggalangan dana.
Dukungan bagi Palestina ini, lanjut Umi, merupakan implementasi komitmen yang tertuang dalam Dasasila Bandung saat Konferensi Asia Afrika 1955.
“Kita tetap akan menjadi bangsa Indonesia yang peduli, penuh cinta sekaligus bertanggung jawab. Karena dulu ikrarnya di Bandung. Sehingga harus terus menggelorakan dukungan,” ujarnya.
Acara silaturahmi digelar secara daring melalui aplpikasi zoom dan youtube dengan partisipasi sebanyak 1.594 orang. Hanya para pengurus inti dan tamu undangan yang berada di Pendopo Kota Bandung.
Penggalangan dana ini bekerja sama dengan Badan Amil Zakat NAsional (Baznas) Kota Bandung. Untuk pengumpulan dana termin pertama hingga tanggal 15 Juni, kemudian akan berlanjut seterusnya.
“Pokoknya diperpanjang terus sampai bangsa Palestina merdeka,” cetusnya.
Dalam kesempatan tersebut turut hadir perwakilan dari Palestina langsung. Salasatunya adalah Marwan A. R. Attaallah, seorang pemuda berusia 27 tahun asal Gaza yang tengah menempuh pendidikan Magister di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Marwan berbagi cerita ketika satu tahun yang lalu memutuskan untuk memperdalam ilmu perencanaan kota ke Indonesia. Dia menuturkan ada banyak dinamika, lika-liku untuk bisa keluar dari Palestina.
Marwan mengungkapkan, selain kesulitan karena tidak terdapat pelabuhan ataupun Bandar udara, di Palestina setiap perbatasan pun dijaga secara ketat. Sehingga, dia harus keluar melalui perbatasan Mesir untuk dan menghabiskan waktu dua pekan proses perjalanan hingga bisa tiba di Indonesia.
“Orang yang boleh keluar dari Palestina salah satunya memiliki visa pelajar atau mahasiswa. Itu pun pemeriksaannya sangat ketat dan banyak intimidasi yang dilalui. Dari Mesir menuju Aman, Yordania dan baru bisa menuju ke Indonesia hingga sampai ke Jakarta dan menuju Bandung,” ungkap Marwan.
Marwan sedikit mengulas peristiwa yang terjadi di Masjid Al-Aqsa di penghujung bulan Ramadan lalu. Menurutnya, kekerasan sudah dimulai ketika warga Palestina di sekitar kawasan Syeh AL-Jabar dipaksa meninggalkan rumahnya.
Banyak warga terkatung-katung di jalanan. Kemudian peristiwa bergeser ke Masjid AL-Aqsa. Banyak warga Palestina yang terluka dan bahkan meninggal terkena tembakan.
“Sebenarnya itu bukan konflik, dan bukan juga peperangan tapi itu penjajahan. Kami tidak diberikan hak sama sekali. Kami ingin sekali menjadi negara yang merdeka. Tapi mereka tidak ingin memberikan itu dengan cuma-cuma. Jadi kami harus terus berjuang berupaya mendapatkan kedaulatan,” bebernya.
Sementara tu, Wali Kota Bandung, Oded M. Danial kembali mengungkapkan catatan sejarah peran Palestina sebagai pelopor yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Untuk itu, sambung Oded, tidak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk abai terhadap kondisi di Palestina. Dukungan moril maupun materil menjadi wujud nyata masyarakat Indonesia dalam mendukung perjuangan Palestina.
“Saudara kita mendapatkan ancaman dan tekanan yang luar biasa. Padahal seperti kita tahu, Palestina yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia,” kata Oded.
Oded menegaskan, persoalan di Palestina bukan hanya menjadi perhatian antar sesama umat muslim. Lebih dari itu ada urusan kemanusiaan yang tidak memandang sekat batas wilayah negara dan identitas keagamaan.
“Tragedi kemanusiaan bukan hanya urusan agama. Namanya tragedi kemanusiaan ini merupakan urusan manusia di seluruh alam ini,” katanya.
“Bahkan amanat Pancasila mengatakan kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketika ada yang tidak peduli, ada kejadian kemanusian dan tidak tersentuh nuraninya, saya berani katakan bahwa dia bukanlah anak bangsa Indonesia,” katanya. (Asp).