Bandung, BEREDUKASI.Com – BERDASARKAN hasil pembahasan Pansus III DPRD Jawa Barat, terhadap LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban) Gubernur Jawa Barat TA 2019 ditemukan sejumlah persoalan. Meskipun juga ada capaian yang dinilai cukup baik.
Hasil pembahasan terhadap indeks pencapaian kinerja dari mitra kerja yang berkaitan dengan Bidang Pemerintahan. Ada permasalahan mendasar dalam Pengelolaan Aset Daerah. Meskipun serapan anggarannya cukup baik. Kemudian indeks ketentraman dan ketertiban mencapai kinerja 82,50%, artinya Cukup Baik.
Kualifikasi keterbukaan informasi Publik juga cukup baik, hanya saja menurut Anggota Pansusu III DPRD Jabar, Ichsanudin, ada serapan anggaran dibawah 70% yaitu di Sekretariat DPRD.
“Hal tersebut dikarenakan adanya masa transisi pimpinan DPRD periode 2014–2019 ke 2019–2024 dan menjadi Silpa. Secara umum kinerja bidang pemerintahan cukup baik,” ujar Ichsanudin, dalam press releasenya, Rabu (27/5).
Sedangkan untuk Bidang Perekonomian, secara umum kinerja pemerintah Privinsi Jawa Barat tahun 2019 tidak lebih baik, dibanding tahun 2018. Terutama dilihat dari kuantitas realisasi anggaran yang total hanya 3% dari APBD tahun 2019.
Selain itu program prioritas seperti pembangunan Destinasi Wisata, Program One Pesantren One Product, Petani Juara, Nelayan Juara, UMKM Juara, Pasar Juara, dan Logistik Juara, masih belum menunjukkan hasil signifikan terhadap Perekonomian Masyarakat Jawa Barat.
“Bahkan secara laju perekonomian justru melambat pertumbuhannya, dibanding tahun 2018,” katanya.
Di bidang Keuangan, sesuai Visi Jabar Juara pada tahun 2019 bisa dikatakan masih jauh panggang dari api. Ini adalah cerminan lemahnya kinerja dan pelambatan pertumbuhan PAD. Yang tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Bahkan hal yang lebih fatal, terdapat perbedaan data realisasi APBD tahun 2019 pada laporan Bapenda dengan data yang dirilis Bank Indonesia.
“Memperhatikan catatan diatas, kami meminta kepada saudara Gubernur melakukan evaluasi kepada perangkat daerah terkait, agar tidak terjadi lagi kinerja buruk tersebut,” sarannya.
Untuk bidang Pembangunan pada tahun 2019, Pansus III mencatat realisasi anggaran dan kegiatan yang sangat rendah, yang menyebabkan tingginya Silpa. Ini menunjukkan perencanaan yang kurang baik. Sebagai contoh, lima program strategis Gubernur yaitu Pembangunan Situ, Sungai dan Waduk, Creative Centre, Revitalisasi alun-alun serta Rutilahu tidak berjalan dengan baik.
Permasalahan lainnya adalah belum selesainya TPPAS Nambo dan Legok Nangka. Memperhatikan catatan di atas Pansus III meminta Gubernur Jabar. Untuk melakukan evaluasi kepada perangkat daerah terkait, khususnya mitra Komisi IV.
Sementara itu di bidang Kesejahteraan Rakyat, secara umum kinerja Perangkat Daerah Sektor ini, bisa dikatakan kurang memuaskan. Diantaranya masih menyisakan beberapa Pekerjaan Rumah, berupa perbaikan layanan wajib di bidang Pendidikan dan Kesehatan. Serta perbaikan mitigasi dan langkah-langkah penanganan bencana.
Secara kualitatif memang terlihat seolah baik, misalnya rata-rata lama pendidikan 8,37 di atas Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tingkat pengangguran terbuka turun 0,18%. Namun menurut sensus BPS tahun 2019, sumbangan lulusan SMK yang menjadi kewenangan langsung Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Masih menyumbangkan angka tertinggi yakni 14,5% tahun 2019.
“Program-program unggulan Gubernur masih belum menyentuh permasalahan inti di Sektor Kesejahteraan Rakyat. Hal di atas menimbulkan konsekuensi kerja keras perangkat daerah terkait pada tahun berikutnya,” ujarnya.
Mencermati dan menimbang seluruh catatan strategis dan rekomendasi di atas. Maka Panitia Khusus III memberikan penilaian kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada tingkat yang belum memuaskan. Dalam artian belum mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dan mengalami perlambatan dalam aspek fiskal daerah.
“Kami juga meminta saudara Gubernur, membentuk Tim Khusus guna menindaklanjuti seluruh rekomendasi DPRD Provinsi Jawa Barat,” pungkasnya. (MI/Ris).