Bandung, BEREDUKASI.Com — INTERAKSI antara Perusahaan (Pelaku Usaha) dan Pelanggan atau Konsumen. Membutuhkan unsur Service Excellence sebagai sebuah standar layanan.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan RI, Veri Anggrijono menyebutkan prinsip Service Excellence dikembangkan melalui penyajian Attitude yang benar, pemberian Attention dan Action yang tepat.
“Attitude berarti Pelaku Usaha harus menunjukkan sikap yang baik kepada Konsumen atau Pelanggan. Attention berarti Pelaku Usaha harus mau mendengarkan hal yang diinginkan Konsumen atau Pelanggan. Dan Action berarti Pelaku Usaha, harus bertindak sesuai kebutuhan Konsumen,” papar Veri, sebagai Keynote Speech pada acara “Seminar Hari Pelanggan Nasional” yang diselenggarakan Perkumpulan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Barat (PLPK Jabar) di Hotel Asrilia Bandung, Kamis (26/9/19).
Tampak hadir dalam acara ini Praktisi dan Pegiat Perlindungan Konsumen dari beberapa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota/Kabupaten di Jawa Barat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat di Jawa Barat dan Lembaga Bantuan Hukum dari Tangerang.
Selain perwakilan dari Dinas Perindustrian Perdagangan Jawa Barat. Hadir juga utusan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar. Hadir juga utusan dari kalangan Pelaku Usaha seperti Bank Mandiri, Bank BRI dan lain-lain.
Seminar dibuka secara resmi oleh Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil yang diwakili oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, M. Arifin Soendjayana, yang didampingi Ketua Presidium PLPK Jabar, M. Imam Machfudi Noor.
Dalam paparannya, Service Excellence diselaraskan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang mengatur hak dan kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Sesungguhnya juga melindungi Pelaku Usaha dari adanya itikad tidak baik Konsumen. Sehingga menciptakan iklim usaha yang kondusif dan berdampak positif. Serta mempercepat kemajuan perekonomian bangsa.
“Perlindungan Konsumen harus dilakukan secara komprehensif dan lintas sektoral. Serta menjadikan konsumen sebagai Subyek Pembangunan dan Penentu Pasar. Bukan hanya sebagai Obyek Pasar,” papar Veri.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Dr. Firman Turmantara E, S.H, S.Sos, M.Hum. Dosen Hukum Perlindungan Konsumen Pasca Sarjana Universitas Pasundan Bandung, menerangkan perlunya Pemberdayaan Konsumen melalui penguatan UU PK sebagai UU Payung (Umbrella Act). Dan UU PK sendiri menganut UU Payung, karena dalam Penjelasan Umum terdapat redaksional yang menyebutkan UU PK pada dasarnya. Bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen dan seterusnya,” kata Firman, yang juga Praktisi Perlindungan Konsumen itu.
UU PK, masih kata Firman Turmantara, merupakan “Payung” yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang Perlindungan Konsumen. Masalahnya, ada pandangan dari beberapa pakar dan aparat penegak hukum yang menyebutkan. Bahwa UU PK itu sebagai atau merupakan peraturan umum. Sehingga dapat dikesampingkan oleh UU lain, melalui penerapan azas Lex Specialis Derogate Legi Generali. Contohnya, BPSK yang dasar hukumnya UU PK, tidak berwenang menangani Sektor Jasa Keuangan, sebab ada UU OJK.
“Prita versus RS Omni dikenakan UU ITE dan mengesampingkan UU PK. UU PK bisa saja melindungi Prita, sebagai Konsumen dan masih banyak kasus lainnya,” papar Firman.
Selain Veri dan Firman, pembicara lainnya yang ditampilkan adalah Sekretaris Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Daerah Jawa Barat Henry Hendarta, SH, MM dan Pengusaha sukses asal Bandung Perry Tristianto Tedja.
Perry sempat dijuluki Raja Factory Outlet (FO). Berkat dia, FO menjamur di Bandung seperti Jl. Dago, Jl. Aceh dan Jl. Riau serta Jl. Buah Batu.
Menurut Ferry, system maupun teknologi bagi Pelaku Usaha. hanya bersifat membantu. Sisi Humanity (Kemanusiaan) dan kultur yang penuh tata krama dan keberpihakan pada kehidupan beragama. Merupakan faktor utama yang dibutuhkan Konsumen Indonesia. Sehingga Usaha atau Jasa dari Pelaku Usaha diapresiasi Konsumen atau Pelanggan.
“Bagi kami, “Buyers is Our Sellers”. Pelanggan adalah Personil Pemasaran yang efektif bagi Pelaku Usaha. Pelanggan atau Konsumen yang puas, akan bercerita ke orang-orang sekelilingnya, tentang Produk Usaha kita,” pungkas Perry.
Sementara itu, Ketua Presidium PLPK, M. Imam Machfudi Noor mengatakan, “PLPK ini sebagai wadah berhimpun bagi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) akan terus berupaya mensosialisasikan UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sehingga pelanggan dan konsumen akan semakin berdaya, semakin cerdas dan tahu akan hak-haknya sebagai konsumen,” jelasnya. (SIR)