Bandung, BEREDUKASI.Com — KEPALA Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) pengelola program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) untuk besikap netral dalam menghadapi perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan berlangsung di tahun 2020 ini. Netral dalam pengertian tidak mengarahkan dukungan kepada salah satu calon kepala daerah, baik petahana maupun kandidat lainnya. Pilihan hanya diberikan pada saat mencoblos di bilik suara.
Itu ditegaskan Hasto dalam pertemuan virtual bersama sekitar 500 ASN penyuluh keluarga berencana (PKB) dari delapan kabupaten dan kota di Jawa Barat yang tahun ini melaksanakan pilkada serentak. Kedelapan daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Bandung, Cianjur, Sukabumi, Karawang, Indramayu, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kota Depok. Dalam acara tersebut anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat Wasikin turut menyampaikan arahannya terkait pentingnya netralitas ASN dalam pilkada.
“ASN tidak sulit untuk netral. Saya sewaktu menjadi bupati tidak pernah memanggil sekda, kadis, untuk kita arah-arahkan. Tidak pernah sama sekali. Selama menjabat harus menjadi milik publik. Demikian juga dengan ASN, bekerja untuk kepentingan publik,” tegas Hasto.
“Loyalitas ASN itu pada program, bukan kepada pribadi kepala daerah. Tugas ASN menyukseskan visi dan misi kepala daerah. Di samping visi dan misi BKKBN tentunya,” tambah Bupati Kulonprogo dua periode tersebut.
Menurutnya, ASN harus diterima semua pihak. Ketika dia menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kandidat, maka akan sulit diterima semua pihak. Kalau sudah begitu, maka akan mengganggu kinerja sebagai ASN.
“ASN tidak dilarang untuk memilih. Memilih adalah hak kita sebagai waga negara. Yang dilarang itu mempengaruhi orang untuk memilih. Aslinya hati ASN tidak netral. Pada saatnya nanti memilih, maka memilihlah. Berbeda dengan TNI dan Polri, ASN punya hak untk memilih,” kata Hasto.
Meski begitu, Hasto tidak memungkiri adanya kemungkinan ASN yang bandel dalam menjalankan tugasnya. Tidak menutup kemungkinan masih adanya ASN yang aktif mengarahkan dukungan kepada salah satu kandidat. Perilaku itu setidaknya tergambar dalam hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 lalu yang menyebutkan adanya gangguan mental ringan pada sekitar 9 persen warga.
“Saya memperkirakan ada sekitar 6 persen ASN. Dari 100, ada enam orang yang error. Gangguan mental emosional. Kalau ada dia, heboh. Mental emosional dissorder. Itu biasa. Pengidap gangguan mental ringan ini bisa jadi ASN, guru,dokter, dan lain-lain. Artinya, sangat mungkin terdapat ASN yang error, termasuk dalam masa pilkada ini,” terang Hasto.
Sadar posisi para penyuluh KB rawan mendapat ajakan atau penggiringan, Hasto berpesan agar seluruh ASN di lingkungan BKKBN untuk senantiasa bijak dalam menyikapi situasi politik di daerah. Jangan sampai seorang ASN BKKBN tergoda iming-iming dari calon kepala daerah. Pamrih atas nama jabatan atau materi. Mereka yang tergoda iming-iming materi termasuk kelompok yang sangat dibenci Allah SWT.
“Ini bukan sekadar ceramah. Ini testimoni dari orang yang pernah menjadi bupati dua periode. Anda bisa membayangkan menjadi saya. Yang sampaikan bukan dari membaca, tapi saya menjalankan di lapangan. Ketika kita jadi bupati, dipilih dari perut demokrasi. Proses politik. Adapun ASN lahir dari perut birokrasi. Sehingga, antara ASN dan kepala daerah dua ‘binatang’ beda spesies. Kepala daerah dengan ASN itu seperti kebo dengan sapi. Sama melayani publik, tapi beda asal muasalnya,” Hasto mengibaratkan.
“Sapi dan kebo sama-sama punya kaki empat, dan lain-lain. Ternyata sapi dan kebo tidak bisa kawin. Ketika kawin, tidak akan punya anak. Sehingga profesional saja sebagai kebo atau sebagai sapi,” ujarnya sambil tersenyum.
Menanggapi pertanyaan peserta terkait kemungkinan adanya arahan dari kepala dinas atau unit pelaksana teknis untuk memilih salah satu kandidat, Hasto mengimbau untuk menjawabnya secara bijak. Jawaban paling tepat adalah dengan mengatakan bahwa dirinya memiliki hak pilih yang akan digunakan pada saat pencoblosan di bilik suara.
“Mudah saja. Jangan khawatir, saya punya pilihan. Punya hak untuk memilih. PNS harus tegas tidak boleh mengarahkan dukungan,” kata Hasto.
Di tempat yang sama, Wasikin mengungkapkan bahwa para petugas lini lapangan KB atau Bangga Kencana termasuk paling rawan mendapat penggiringan suara. Bahkan, muncul anggapan bahwa barang siapa menginginkan menang pilkada, maka dia harus menggandeng petugas KB.
“Ada anggapan jika menguasai petugas KB di daerah, maka 30 persen kemenangan sudah di tangan. Petugas KB bukan hanya jadi incaran incumben, tapi juga calon lain,” kata Wasikin.
Terkait hal itu, Wasikin sepakat dengan Kepala BKKBN yang menegaskan pentingnya loyalitas ASN pada program, bukan pada sosok pribadi kepala daerah. Bagi Wasikin, siapapun yang menang pasti akan memberikan perhatian kepada program BKKBN. Alasannya program KB atau Bangga Kencana merupakan program nasional yang menjadi tanggung jawab seluruh kepala daerah.
Mantan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Kota Cirebon ini mengingatkan, selama pandemi Covid-19 berlaku pembatasan jumlah massa pada saat kampanye. Kampanye hanya boleh diikuti 100 orang. Sementara kampanye tertutup boleh diikuti 50 orang. Dengan demikian, jika dalam 50 atau 100 orang tersebut terdapat ASN BKKBN akan sangat mudah diketahui.
“Tos netral bae. Gak usah takut ke sana ke mari. Karena punya hak pilih, nanti saja di TPS. Jangan di ruang terbuka. Kalau ada petugas BKKBN, itu bakal kelihatan. Hindari saja,” pesan Wasikin.
Terkait sumbangan atau dukungan program, sepanjang lebih banyak manfaat daripada mudharat-nya, Wasikin berpendapat diterima saja. Syaratnya, tidak ada perjanjian-perjanjian dengan kandidat. Pendapat Wasikin tersebut menjawab terkait adanya sumbangan kepada kampung keluarga berkualitas (Kampung KB) dari salah satu calon kepala daerah.
“Sudah benar. Loyal pada program, bukan pada perorangan. Kalau memang pengen aman, BKKBN bisa melakukan pelayanan di tempat terbuka. Kalau bersama pasangan calon, maka harus hadir di semua pasangan calon. Jangan sampai seperti di salah satu daerah di Jawa Barat, ambulans milik Dinas Kesehatan hanya ada pada saat calon-calon tertentu,” tandas Wasikin.
Untuk menghindari kemungkinan salah persepsi dan peluang terjadinya pelanggaran, Wasikin mengundang BKKBN atau organisasi perangkat daerah (OPD) di daerah untuk melakukan konsultasi dengan Bawaslu. Selanjutnya, Bawaslu akan memberikan pertimbangan dan menyampaikan rambu-rambu yang berlaku.
“Koordinasi sama Bawaslu. Konsultasi kepada Bawaslu. ‘Kami mau mengadakan acara, apa saja yang harus dihindari?’ Nanti Bawaslu memberikan arahan. Bawaslu menginginkan agenda pemilu sukses. Petugas KB harus jadi teladan bagi ASN lainnya. Mengikuti pilkada ini aman. Kalau ada ancaman, laporkan ke Bawaslu,” jurnalis senior yang lama bertugas di Cirebon Raya ini.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana mengingatkan bahwa para PKB merupakan pegawai pemerintah pusat. Dengan demikian, tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan adanya tekanan dari kepala daerah atau OPD kabupaten kota.
“Kalau ada tekanan dan ancaman akan dipindahkan ke daerah terpencil jika tidak mendukung salah satu calon, tidak perlu khawatir. Kewenangan kepegawaian itu ada di BKBN. Kami tidak akan serta merta menuruti permintaan pindah tugas. Tenang saja. Kita fokus saja bekerja untuk kepentingan masyarakat,” tegas Uung, sapaan Kusmana.
Senada dengan Hasto, Uung mengingatkan bahwa loyalitas terhadap program. Temasuk program kepala daerah. Namun demikian, bukan berarti loyalitas kepada pribadi. Pada saat pilkada, maka hal-hal yang berpotensi menimbulkan polemik dukungan sebaiknya ditunda.
“Stop dulu medsos yang berkaitan dengan pilkada. Kalau ada calon hadir pada saat pelayanan, jangan ikut difoto. Jangan takut karena tekanan, ancaman, dan lain-lain. Hati-hati menyampaikan pendapat atau simbol-simbol yang kemungkinan disalahartikan sebagai dukungan kepada calon kepala daerah,” tandas Uung. (Tesaf).