Jakarta, BEREDUKASI.Com — PEMERINTAH perlu memberi perhatian dengan semakin sadarnya masyarakat tentang bahaya Bisphenol-A (BPA). Dampak negatif BPA yang terdapat pada kemasan galon guna ulang bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil, saat ini sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat.
Menyikapi kondisi tersebut, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M.Si, mengatakan bahwa perlu perhatian dari pemerintah terkait hal ini.
“Jika memang banyak hasil riset membuktikan bahaya BPA bagi kesehatan keluarga Indonesia, maka pemerintah harus memberikan perhatian besar terkait persoalan BPA,” ujarnya, dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada Media di Jakarta, Senin (22/03/2021).
Adanya respon masyarakat tentang bahaya bisphenol A yang begitu antusias, terbukti dari banyaknya warganet yang menandatangani petisi di link sebagai berikut, https://bit.ly/39433Sb
Menurut data yang disampaikan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), saat ini sudah mencapai 80 ribu lebih tanda tangan, untuk mendukung BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) RI memberikan Label Peringatan Konsumen pada galon guna ulang.
BPA atau Bisphenol A adalah bahan kimia yang dipakai dalam membuat botol plastik. Tujuannya adalah membuat kemasan tidak mudah rusak saat terjatuh, dan jernih. Namun saat terkena panas atau sengaja dipanaskan, bahan kimia BPA ini akan memuai dan berisiko terhadap kesehatan tubuh manusia.
Berdasarkan keterangan dari American Academy of Pediatrics (AAP), BPA yang digunakan pada wadah plastik polycarbonate dan pelapis kaleng aluminium dapat menimbulkan gangguan berat badan seperti Obesitas, Attention-Deficit atau Hyperactivity Disorder.
Penelitian juga menunjukkan bahwa BPA dapat mengganggu hormon yang dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan, termasuk gangguan perilaku, masalah Kesehatan Reproduks dan Diabetes.
Senada dengan Kurniasih, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza, menekankan hal serupa. Menurutnya, BPA memang masalah lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah, khususnya BPOM.
“BPA yang luruh (Migrasi-red) ke air, tentu berbahaya bagi Bayi, Balita, Janin dan Ibu Bayi. Disamping, BPA dapat menyebabkan Kanker dan Penurunan Hormon Testosteron, dan dapat juga menyebabkan Persalinan Bayi Prematur,” tutur Efriza.
Apa yang harus dilakukan, menurut Efriza, Pemerintah melalui BPOM perlu melakukan pengawasan dan memberikan teguran, sanksi, agar produsen yang masih menggunakan kemasan plastik nomor 7.
Pemerintah juga perlu membuat keputusan dan/atau menyampaikan sebuah kebijakan mengenai pelarangan penggunaan kemasan plastik yang beresiko tersebut, seperti dilakukan beberapa mancanegara.
Pemerintah juga perlu membuat regulasi yang lebih detail terkait penggunaan kemasan plastik, yang mengutamakan ramah lingkungan dan memberikan jaminan kesehatan.
“Kendati Badan POM RI mempunyai tanggung jawab dan tugas yang berat dan banyak, satu persatu mulai diselesaikan. Utamanya menyangkut peraturan kemasan plastik pada makanan dan atau minuman pangan olahan,” terang Efriza.
Pada Senin, 15 Maret lalu, melalui Website Resmi BPOM RI, subsite registrasi pangan, Direktur Registrasi Pangan Olahan, Anisyah S.Si, Apt. MP, memberikan pengumuman dengan nomor : HM.01.52.521.03.21.91 tentang Pencantuman Jenis Kemasan Plastik Pada E-Registration.
Hal ini menyangkut diperlukannya pendataan terkait jenis kemasan plastik pada saat registrasi pangan olahan agar pendaftar dapat memastikan input jenis kemasan plastik.
Langkah maju BPOM RI yang responsif ini, menurut Ketua Umum Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras, harus diapresiasi dan didukung bersama.
“Dengan adanya pengumuman tersebut, jenis kemasan yang beredar akan terdata dengan rapi. Konsumen diharapkan dapat mengetahui jenis kemasan yang dipergunakan pada suatu produk. Hal ini harus kita apresiasi dan dukung bersama,” ujar Roso Daras. (Eddie Karsito).