Bandung, BEREDUKASI.Com — DENGAN rendahnya angka rata-rata lama sekolah anak di Jawa Barat yang hanya sampai di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kembali menjadi sorotan keprihatinan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, artinya sebagian besar masyarakat Jawa Barat, selama ini hanya bisa mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Keprihatinan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Yomanius Untung, S.Pd, kepada wartawan di DPRD Jawa Barat, beberapa hari yang lalu.
“Angka yang terbilang rendah tersebut, tentunya bukan hanya tanggungjawab pemerintah provinsi . Tetapi harus mendapat perhatian dari pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Barat. Karena rata-rata pendidikan SMP tersebut, tersebar di seluruh Kota/Kabupaten yang tentunya menjadi kewenangan kedua pemangku kebijakan,” tutur Yomanius Untung.
Lebih lanjut Politisi Partai Golkar Jabar ini. Mengatakan terpenting, “Kita bisa memetakan persoalan terkait dengan rata-rata lama sekolah itu. Sebagai pemetaan yang akurat, agar kita tahu persis di mana yang menjadi persoalan”.
Karena itu pemerintah Provinsi Jabar maupun Kota/Kabupaten, harus mencari tahu penyebab rendahnya angka rata-rata lama sekolah di Jawa Barat.
Sebab “trend” yang cenderung memprihatinkan, bisa saja dikarenakan Angka Partisipasi Kasar (APK) yang belum ideal karena baru mencapai 82 persen. Artinya masih ada lulusan SMP yang belum meneruskan ke SMA, kira-kira 18 persen dan itu yang harus dikaji.
Untuk menekan permasalahan tersebut, DPRD Jawa Barat meminta pemerintah Provinsi Jabar, menyiapkan kebijakan dengan mendorong pendidikan-pendidikan. Seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Adanya PKBM tersebut, dipastikan mampu mendongkrak rendahnya angka rata-rata sekolah, sebab masyarakat bisa mengambil paket A, B dan C.
Meski rendahnya angka rata-rata lama sekolah, kemungkinan ada masyarakat anak usia sekolah. Namun, anggota DPRD Jabar dari daerah Pemilihan Majalengka ini, mencatat kemungkinan tersebut memiliki jumlah yang relatif sedikit. Hal ini lebih banyak dipengaruhi masyarakat di luar sekolah atau yang tidak melanjutkan pendidikan.
Sementara untuk pendidikan formal, pemerintah bisa memanfaatkan program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Meski tidak sekolah setiap hari, PJJ tersebut dinilai masuk kategori Negeri.
”Ini untuk mengakomodir anak usia sekolah yang tidak mengikuti pendidikan formal reguler atau Senin-Jumat karena dia hanya mempunyai waktu Sabtu dan Minggu, misalnya,” pungkas untung. (Red)