Cimahi, BEREDUKASI.Com — MEMBANTU generasi muda di lingkungan tempat tinggalnya, untuk lebih peduli terhadap lingkungan, budaya dan saling menghargai perbedaan diantara sesama manusia. Adalah harapan dari Tri Moekti Kuncoro atau yang biasa dipanggil Mukti.
“Karena faktor perubahan jaman dan degradasi moral saat ini. Sudah semakin mengikis rasa peduli dan menghargai sesama manusia dan lingkungan,” tandasnya.
Selain mencintai lingkungan dan budaya, pemuda keturunan Jawa-Sunda yang lahir di Cimahi, 17 Januari 1994 ini. Juga memiliki banyak Prestasi di grup Musik Etnik Kolaborasi dari mulai Juara 1 Festival Musik Etnik Kolaborasi Se-Jawa Barat. Hingga Ethnic Music Fesival International di pulau Sabah. Selain itu di tahun 2017, terpilih menjadi Jajaka Kota Cimahi.
“Setelah menjadi Jajaka Pinilih. Saya mulai memiliki tekad, untuk membangun kesadaran terhadap lingkungan dan budaya. Karena merupakan identitas diri kita, sebagai bangsa Indonesia,” ulasnya.
Mengenai hobi, penyuka warna biru dan penikmat sate serta gulai ini. engaku memiliki hobi hiking dan tracking.
“Hampir semua Gunung di Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah saya daki. Hobi tersebut dilakukan, karena banyak sekali pelajaran hidup dari pengalaman tracking. Kerjasama, cara menghargai diri kita, orang lain dan lingkungan. Dan yang pasti kita tidak bisa bergantung pada orang lain. Hanya diri kita yang membantu diri sendiri, melalui masalah sesulit apapun,” jelasnya.
Disamping hiking, Mukti juga menyenangi Musik Etnik Kolaborasi. Dan hingga saat ini ia tergabung dalam grup. “Sakatalu Musik Etnik Kolaborasi” Cimahi. Sejak tahun 2011, sehingga sangat tertarik dengan Musik Etnik.
“Saya memiliki banyak sekali pengalaman di Sakatalu ini. Dan dari sini saya mengenal keberagaman Musik Etnik di Indonesia. Dan ternyata kita sangat kaya akan budaya. Dari sini pula saya dan teman-teman berkesempatan untuk tampil di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, Thailand. Dan saat itu saya bangga sekali, karena kita bisa memperlihatkan dan menampilkan kekayaan budaya negara kita sendiri. Pengalaman bisa dibilang berharga selama hidup saya,” terang pemuda dengan tinggi 170 cm.
Pemilik dari motto “Berpetualanglah, maka kamu mengetahui seberapa penting hidup yang kamu jalani”. Semasa SMA mengaku pernah ingin menjadi Aparatur Negara seperti Tentara atau Polisi.
“Karena dari turunan eyang saya, belum ada penerusnya sebagai Aparatur Negara. Tapi ternyata takdir saya berbanding terbalik dengan keinginan. Saya lebih memilih berbisnis. Dan sekarang saya melakoni bisnis Kuliner dikota saya tinggal yaitu “Ayam Geprek si Jagur”. Saya merintis dari 2 bulan kebelakang. Ternyata hati saya memang lebih nyaman dalam berbisnis,” ungkap mahasiswa Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia, Bandung jurusan Manajemen Bisnis semester VII.
Berbicara tokoh idola, Mukti mengaku menggemari Sudjiwo Tedjo. Karena dari setiap kajian dari setiap cara pandang hidup Sudjiwo Tedjo, membuatnya selalu berpikir mendalam. Untuk memahami apa yang disampaikan dan menjadi cara pandang hidup tokoh idolanya itu.
“Ada satu kalimat yang selalu membuat saya bertahan dalam hidup “Menghina Tuhan Tidak Perlu Membakar atau Menginjak-injak Kitab Suci. Kita Takut Besok Makan Apa, Itu Sudah Menghina Tuhan”. Saya sangat termotivasi dengan kalimat tersebut, kita tidak perlu khawatir akan rejeki, karena rejeki sudah diatur. Tinggal kita mau berusaha atau tidak untuk mencapai rejeki tersebut” tandasnya.
Sementara itu untuk orang yang selalu menginspirasinya adalah kedua orangtuanya, terutama Mama. Karena Mamanya adalah sosok yang tidak pernah berkata lelah, tidak pernah ada kata keluhan. Mama yang selalu berjuang dalam menghidupi dirinya, juga kakak-kakaknya hingga saat ini.
“Saya tidak pernah terpikir bisa benar-benar, bisa membalas apa yang sudah Mama saya lakukan selama ini. Dan sampai saat ini, kadang saya malu untuk mengucapkan terima kasih. Terlalu banyak keluhan yang saya berikan kepada orang tua. Saya selalu bertekad ingin memberi yg terbaik untuk mama saya,” terang bungsu dari tiga bersaudara.
Bagi Mukti, hidup hanya sebagai jembatan untuk kehidupan yang lebih kekal. Karena itu ia selalu melakukan yang terbaik, untuk hidupnya. Dan mempergunakan waktu dengan sebijak mungkin.
“Terakhir, saya juga ingin berpesan kepada generasi muda. Untuk menjaga dan melestarikan budaya juga lingkungan kita. Karena tanpa kita keberlangsungan budaya tidak akan berjalan dengan baik. Dan jangan sampai budaya tersingkir, karena perkembangan jaman,” tandasnya, siang itu mengakhiri perbincangan. (Tiwi Kasavela)