Bandung, BEREDUKASI.Com — MEMANG sangat layak jika Kota Bandung, dijuluki “Kota Kreatif”. Salasatu contohnya dipenghujung tahun 2018 ini. Ada salasatu event “berkesenian” yang digelar oleh Komunitas 22 Ibu.
Dan event pameran yang digelar oleh “Komunitas 22 Ibu”, kali ini betemakan “Mitos”.
Pameran ini merupakan pameran rutin yang Ke-Enam kalinya digelar tanpa putus. Sekaligus memperingati berdirinya “Komunitas 22 Ibu” yang didirikan pada tahun 2013. Dan pameran ini, dibuka oleh Ketua YDSP yaitu Herman Wijaya.
Dalam sambutannya, Herman Wijaya menyampaikan bahwa, “Pameran ini merupakan kerjasama antara YDSP dan “Komunitas 22 ibu”. Kami memfasilitasi kegiatan ini, karena banyak unsur edukasi atau pendidikan. Saya melihat dalam pameran ini ada 3 hal penting, yang disasar adalah para Pendidik Seni yaitu 1. Alih pengetahuan apa yang tak digarap. Mungkin juga yang tidak diingat oleh orang lain, tapi justru oleh para Pendidik Seni ini, diolah dalam bentuk “Visual”. Dan pengetahuan yang disampaikan kepada masyarakat umum. 2. Nilai nilai penguatan Pendidikan Karakter dalam gubahan “Visual” yang diusung dalam pameran ini. Dapat membantu proses pendidikan di ruang lingkup yang formil. 3. Pameran ini sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan “Galeri” dan “Museum Sejarah” dan “Kebudayaan Tionghoa” kepada masyarakat. Kegiatan ini pada hari Minggunya (23/12/18). Kami menggelar 2 kegiatan yaitu Workshop Batik dan Festival Onde (Dong-zhi)”.
Kurator Pameran kali ini, Nuning Damayanti menyampaikan bahwa, pameran yang merujuk pada “Reimagining The Myth Story Of Nusantara”. Mengajak kita semua membayangkan kembali pesona-pesona “Mitos” yang berubah fungsi dan pemaknaannya. Dari hal yang gaib, mistis dan spiritualitas ke-Tuhanan. Secara alami akrab dengan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kehidupan. Kemudian bergeser menjadi lebih dekat dengan hal-hal bersifat materialis dan derasnya arus modernisasi teknologi informasi Media Sosial.
“Seniwati dari “Komunitas 22 Ibu” ini, “Membayangkan Kembali”, “Merespon”, “Membaca” dan “Memaknai” mitos-mitos pilihan. Kemudian menceritakan ulang kembali melalui wujud “Visual” ilustrasi dengan gubahan baru,” papar Nuning Damayanti, selaku Kurator.
Sedangkan Ketua Pelaksana Pameran, Arleti Mochtar Apin, mengungkapkan bahwa, “Pameran ini khususnya bukan hanya sekedar menginterpretasi ulang, mengenai mitos melalui berbagai interpretasi “Visual” dan secara Kultural. Tetapi diharapkan keunikan karya pada pameran ini, menjadi ajang proses pembelajaran yang menarik. Mengenal kembali tentang pemaknaan “Mitos dan Legenda” yang semakin terlupakan. Tentunya memakai sudut pandang, kaca mata dan pemahaman yang berbeda. Dari para Perupa yang juga perempuan pendidik, sekaligus ibu bagi generasi masa kini”.
Mereka memiliki bahasa “Visual” yang unik dalam mengekspresikan dan menyampaikan pesan-pesan yang memuat harapan, kritik dan ungkapan bahasa lainnya. Tentang kompleksitas pemaknaan masyarakat, terhadap “Mitos dan Legenda” yang dikaitkan dengan pemahaman spiritualitas, kegaiban, mistisisme dimasa ini.
“Karya-karya yang ditampilkan, divisualisasikan melalui teknik Batik Tamarin. Melukis dengan Teknik Batik Tamarin, bisa juga disetarakan dengan teknik membatik lebih Kontemporer,” pungkas Arleti.
Pembukaan Pameran yaitu hari Sabtu, 22 Desember 2018. Pukul 16.00 s/d 18.00 WIB. Dan Pelaksanaan Pameran untuk Umum akan berlangsung dari tgl 23 Desember 2018 s/d 10 Januari 2019. Mulai pukul 10.00 s/d 16.00 WIB.
Pameran ini berlangsung di Gedung Graha Surya Priangan, Lantai 2 Galeri Sejarah Kebudayaan Tionghoa. Jl. Nana Rohana No. 37 Bandung.
Sedangkan untuk “Workshop Batik Lilin Dingin” akan berlangsung, Minggu, 23 Desember 2018. Dan
Minggu, 6 Januari 2019, dimulai dari pukul 11.00 s/d 14.00 WIB dan lokasinya di sebelah Gedung GSP di selasar lantai 1.
Penyaji karya Seni yaitu Guru dan Dosen dari Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten dan DKI Jaya (Berkolaborasi dalam Karya Seni).
Jumlah karya yang dipamerkan berjumlah 56 Karya Lukis Batik Gutta Tamarind (11 Panel Batik 200 x 120 Cm). Dan Setiap panel berisi 5-6 Karya Seni yang dibuat oleh Perupa Pendidik Lintas Institusi.
Dalam pameran ini bahkan dipamerkan, salasatu karya tentang asal usul terjadinya Nias. Diilustrasikan oleh Perupa (dari panel 1 di sebelah kanan hingga ke kiri) oleh Ariesa Pandanwangi, Siti Sartika, Wien K Meilina, Shitra Noor Handewi dan Sri Nuraeni.
Karya tersebut juga merupakan bagian dari hasil penelitian di Nias yang diteliti oleh Ariesa bersama dengan Dosen Peneliti lain. (HKS)