Bandung, BEREDUKASI.Com – HARI Jumat (21/12/18) di Halaman Gedung Geologi ITB Jl Ganesa No 10, Bandung, Taman Batu Geologi dan Display Fosil Gading Stegodon diresmikan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA.
Taman Batu Geologi ITB, menyajikan kumpulan seri batuan dari daerah Karangsambung, Jawa Tengah. Tempat biasa mahasiswa Geologi melakukan kuliah lapangan. Karangsambung secara Geologi unik karena merupakan contoh subduksi yang sudah mati dan menjadi fosil.
Kemudian, sebagaimana telah diberitakan di laman ITB, bahwa Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB). Telah berhasil menemukan fosil berupa sepasang gading Stegodon yang berumur Plestosen Awal atau sekitar 1,5 juta tahun lalu, di daerah Majalengka, Jawa Barat.
Penemuan ini memang termasuk yang terbesar sepanjang 2018 di Indonesia oleh tim Lab dari KK Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB.
Ukuran fosil gading yang ditemukan memiliki panjang lurus dari ujung ke ujung gading 3.30 meter, sedangkan panjang lengkung 3.60 meter.
Temuan ini merupakan hasil kerja Tim yang terdiri atas Prof.Dr. Jahdi Zaim (Kepala Lab Paleontologi), Dr. Yan Rizal (dosen), Dr. Aswan (dosen), Dr. Mika R. Puspaningrum (dosen), bersama dengan Wahyu D. Santoso, ST.,MT., (asisten akademik) Nur Rochim,SAP., (teknisi) dan Agus T. Hascsryo, ST., Si., MT., (mahasiswa S3) dan tenaga lokal dari Desa di Majalengka.
Fosil gading Stegodon ini didapatkan dengan proses yang cukup panjang. Dan pengangkatan fosil juga tidak mudah. Cuaca buruk dan banjir bandang, sempat menjadi halangan. Sebab lokasi ditemukan berada di dekat aliran sungai.
Jika dilihat dari besar ukuran gading, Stegodon ini berjenis kelamin jantan dengan tinggi tubuhnya kemungkinan lebih dari 3 meter. Ini termasuk gading Stegodon dewasa, bahkan sudah sangat tua. Hal itu terlihat dari ujung gading yang sudah aus atau berbentuk pipih.
“Spesies ini kemungkinan Trigonocephalus yang ada di Jawa. Saat pulau Jawa ini baru menjadi daratan, dari makanan juga lebih banyak daun dan rumput-rumputan. Karena ditemukan di sedimen yang berupa lempung, kemungkinan Stegodon ini matinya karena terperosok,” terang Dr. Mika R. Puspaningrum.
Saat melakukan proses ekskavasi fosil, kesulitan tim yang dihadapi ialah fosil berada pada batuan pejal dan keras. Sehingga memerlukan ketekunan dan ketelitian.
“Setelah dilakukan proses ekskavasi, akhirnya fosil gading Stegodon dapat diangkat. Tetapi dalam keadaan yang lapuk dan rapuh. Sehingga hancur terfragmentasi. Semua hancuran fosil tersebut dibawa ke Lab Paleontologi ITB, lalu dibawa ke Museum Geologi Bandung. Untuk restorasi dan rekonstruksi.
Temuan ini sangat penting untuk melihat fosil utuh Stegodon dan untuk penelitian lanjutan,” lanjutnya.
Kemungkinan, di sekitar lokasi tersebut juga masih ada fosil-fosil lain termasuk tengkorak Stegodon tersebut. (Tiwi Kasavela)