Jakarta, BEREDUKASI.Com — SITUS web sains, Neuroscience News.com, Minggu, 15 April 2021, merilis berita mengenai hasil penelitian terbaru mengenai efek dari Bisphenol-A ( BPA) dan Bisphenol S (BPS), berbahaya yang dapat merusak sel-sel saraf otak secara permanen. Tim peneliti Bayreuth yang dipimpin Dr. Peter Machnik dan kelompok penelitian Fisiologi Hewan pimpinan, Dr. Stefan Schuster untuk pertama kalinya menyelidiki efek plastik diantara sel saraf di otak orang dewasa. BPA (Bisphenol-A), adalah senyawa yang berfungsi menghasilkan plastik polikarbonat. Bertujuan membuat jenis plastik kuat, ringan, dan terlihat bening. Namun berdasarkan penelitian ditengarai mengandung racun. Bisphenol S (BPS), adalah senyawa yang biasanya digunakan sebagai Perekat Resin Epoksi (Khususnya Wadah Plastik) yang cepat kering. BPS semakin umum digunakan sebagai bahan penyusun Polietersulfon dan beberapa Epoxies. Berdasarkan penelitian produk senyawa BPS yang tertinggal dalam kemasan dapat memengaruhi produk makanan dan minuman sehingga menjadi berbahaya. BPS diperkirakan dapat beroperasi dengan mekanisme yang mirip dengan BPA dan dapat menyebabkan Toksisitas Jantung. “Kajian ini tidak hanya mencakup BPA, tetapi juga Bisphenol S (BPS), yang sering dianggap kurang berbahaya bagi kesehatan. Temuan dan kajian kedua zat tersebut termasuk dapat merusak sel- sel saraf otak secara permanen,” ujar Ketua Umum Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL), Roso Daras, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/4/2021). Mengutip hasil studi para ahli, menurut Roso, menunjukkan bahwa sejumlah kecil zat Bisphenol-A ( BPA) dan Bisphenol S (BPS), juga dapat mengganggu transmisi sinyal antara sel-sel saraf di otak ikan. Para peneliti menganggap sangat mungkin bahwa gangguan serupa juga dapat terjadi pada otak manusia dewasa. Karena itu, peneliti menyerukan perkembangan pesat dari hasil yang tidak menimbulkan risiko pada sistem saraf pusat. Jadi, plastik kemasan makanan dan minuman berbahan BPA dan BPS semakin mengkhawatirkan secara signifikan. “Banyak mengakibatkan gangguan pada sistem saraf vertebrata dipicu oleh fakta bahwa sinyal rangsang dan sinyal penghambatan tidak atau hanya tidak terkoordinasi secara memadai,” jelas Roso Dara, mengutip penjelasan Dr. Peter Machnik, penulis utama studi tersebut. Lebih jauh terkait rilis penelitian terbaru mengenai bahaya BPA ini, Roso menyampaikan, selama rentang waktu tiga bulan di awal tahun 2021, sudah dua penelitian international mengenai bahaya BPA dipublikasikan. Penelitian Tim peneliti Bayreuth yang dipimpin Dr. Peter Machnik, mengenai Kerusakan Otak Terkait Senyawa Umum Dalam Benda Plastik Sehari hari (https://neurosciencenews.com/plasticizers-brain-damage-18243/ ). Peneliti gabungan dari Thailand, Jepang dan USA, bulan Januari 2021 lalu, merilis hasil penelitian efek paparan BPA (Bisphenol-A) prenatal pada gen terkait autisme dan hubungannya dengan fungsi hipokampus. Hasil dari penelitian tersebut adalah paparan BPA (Bisphenol-A), sebelum melahirkan yang lebih tinggi diduga meningkatkan risiko autisme. ( https://www.nature.com/articles/s41598-020-80390-2 ). “Saya heran sudah banyak hasil Penelitian Internasional dan Nasional mengenai BPA (Bisphenol-A) Berbahaya, termasuk dua penelitian terbaru di 2021 ini. Koq…masih saja ada pihak tertentu yang mencoba menghembuskan isu di masyarakat seolah-olah BPA itu bukan racun dan tidak berbahaya,” tutur Roso geram. (Eddie Karsito). ]]>