Jakarta, BEREDUKASI.Com — ROSO Daras menjelaskan, upaya Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) untuk memberi Edukasi kepada masyarakat agar melindungi Bayi, Balita dan Janin pada Ibu Hamil tidak terpapar BPA dihalangi-halangi oleh segelintir oknum yang tidak mementingkan kesehatan masyarakat Indonesia. Berbagai informasi penting yang bersumber dari hasil penelitian para ahli dari Negara-negara maju tentang bahaya BPA pada kemasan dianggap disinformasi. “Ini jelas ada upaya yang sistematis untuk mengaburkan informasi tentang bahaya BPA. Langkah mundur bagi dunia kesehatan Indonesia. Mereka tidak berpikir untuk kesehatan Bayi dan Balita Indonesia,” ujarnya. Salasatu upaya penjegalan penyebaran informasi itu, terang Roso, dilakukan Kemenkominfo atas perintah BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Informasi Bahaya BPA yang disampaikan dalam petisi yang dibuat JPKL dalam klasifikasi disinformasi atau Hoax. Padahal BPOM sendiri mengeluarkan aturan bahwa bagi pengguna galon guna ulang yang mengandung BPA terdapat toleransi 0,6 bpj. “Itu toleransi buat siapa….? Adanya toleransi artinya ada potensi bahaya BPA jika melampaui angka tersebut. Toleransi BPOM untuk masyarakat usia dewasa. Kami memperjuangkan agar BPOM memberi label peringatan konsumen bagi mereka yang usia rentan, tentu tidak ada toleransi,” ujar Roso. Di luar negeri penelitian BPA sudah pada kesimpulan bahwa BPA berbahaya bagi otak orang dewasa. Sementara disini, JPKL hanya memperjuangkan agar tidak ada toleransi BPA bagi Bayi, Balita dan Janin. Dengan BPOM memberikan Label Peringatan Konsumen pada kemasan. “Perjuangan ini masih dihalang-halangi oleh pihak-pihak tertentu,” ujar Roso. Pada kesempatan ini, Roso Daras juga mengatakan alasan galon guna ulang atau galon isi ulang menjadi prioritas utama dalam perjuangan JPKL. “Konsumsi harian masyarakat yang paling banyak menggunakan wadah Plastik Polikarbonat yang mengandung BPA pada kemasan galon guna ulang atau galon isi ulang,” ujarnya. (Eddie Karsito).]]>