Jakarta, BEREDUKASI.Com — DARI berbagai elemen estetika panggung, “Sang Penjaga Hati”, berhasil mengolah bentuk dan ruang artistik pertunjukan, melalui lakon wayang sebagai basis penciptaan karya.
Tim kesenian ini berhasil membuat lintasan Tradisi dan Non Tradisi menjadi satu kesatuan yang utuh dalam dialektika kreatif.
Dari segi “Directing” (Penyutradaraan), Kreaktoran, Rancangan Tari (Koreografi), Tata Panggung, Pencahayaan dan Properti serta penciptaan karakter melalui tata kostum yang terukur. Berhasil mengantarkan pertunjukan ini mencapai kualitas Karya Monumental (26 tahun Sanggar Swargaloka Berkarya).
“Sang Penjaga Hati” diproduksi Sanggar Swargaloka Jakarta. Disutradarai Bathara Saverigadi Dewandoro yang juga bertindak sebagai Koreografer serta menjadi “Rule of Story”/Tokoh Utama Lakon, berperan sebagai “Narasoma”.
Karya ini diperkuat para aktor-aktris panggung didekatif, yang cukup lama berperan dalam khasanah seni Wayang Orang antara lain, Agus Prasetyo (Salya), Ali Marsudi (Puntadewa), Achmad Dipoyono (Bagaspati) dan Dewi Sulastri (Setyawati). Didukung ratusan seniman muda berbasic Seni Tradisi yang tergabung di Sanggar Swargaloka Jakarta.
Karya ini juga didukung kepiawaian komposer muda Gregoriyanto Kris Mahendra sebagai Penata Musik. Keunikan instrumen musik yang digunakan (Tradisi dan Modern), berhasil mendinamisir dan membangun imaji penonton untuk larut ke dalam pesan yang ingin disampaikan.
Sanggar Swargaloka berhasil mengantarkan “Sang Penjaga Hati” menjadi sebuah Seni Pertunjukan Multimedia (Visual Art, Tari, Music, dan Sastra) kaya Tafsir.
Sukses memberi ruang edukasi bagi anak-anak muda yang terlibat dalam proses, ikut mengapresiasi dan semakin memahami budaya Indonesia, melalui bentuk Seni pertunjukan yang menghibur dan atraktif.
“Drama Wayang akan terus berevolusi untuk menemukan format yang tepat agar layak mendapat predikat Opera Terbaik Dunia. Karena itu, kami memerlukan kritik dan saran agar kami terus termotivasi menjadi lebih baik,” terang Pendiri Yayasan Swargaloka, Suryandoro, dimana pergelaran ini menjadi kado istimewa peringatan Ulang Tahun Ke-53, bagi Seniman serba bisa ini.
Satu hal menjadi minus pertunjukan ini adalah sistem audio kerap “putus-nyambung”. Kemudian mengganggu emosi aktor dan aktris serta merusak artikulasi dialog yang kurang tersimak. Namun secara umum pertunjukan ini berhasil menghipnotis penonton. (Eddie Karsito)