Jakarta, BEREDUKASI.Com — RENCANA pemerintah merivisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE terus berlangsung. Pendapat pro dan kontra dari masyarakat luas terus bergulir. Salasatunya untuk mendapat masukan dari masyarakat luas ICF Dan PT. SMI Gelar Virtual Talkshow RUU ITE “Bermedsos Sehat Dan Beretika”.
Salasatunya dari Dr Suriyanto. Akadamisi yang mendapatkan Gelar Doktor dari Fakultas Hukum, Universitas Jayabaya, Jakarta ini menilai revisi memang harus dilakukan.
Menurut Suriyanto, meski UU tersebut tidak membatasi kebebasan berpendapat dan mengancam Demokrasi. Namun sejumlah pasal bermasalah diminta untuk dicabut dan diperbaiki kembali.
“Pendapat hukum saya bahwa UU ITE tidak membahayakan tetapi bias yang akhirnya menyasar ke media massa, kebebasan berpendapat yang dijamin UU. Karenanya saya sepakat kalau pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 agar dihilangkan dari UU tersebut,” ujarnya dalam Virtula Talkshow. dengan tema “RUU ITE: Bermedsos Sehat dan Beretika” yang digagas ICF dan SMI, Jumat (26/3/2021).
Ketua Umum PWRI ini menegaskan, pasal 27 ayat (3) UU ITE urgensinya merupakan pembatasan atas hak asasi menyampaikan informasi agar pelaksanaannya tidak melanggar hak asasi orang lain. Namun demikian norma Pasal 27 ayat (3) multitafsir yang berakibat pada ketidakpastian hukum dalam penerapannya.
“Historisnya kan bahwa UU tersebut adalah ketika era presiden SBY. Dalam tatanan global yang kemudian dimasukan ke Indonesia , dimana perdagangan secara elektronik tetapi seiring waktu berjalan munculnya media online, media sosial menjadi kena sasaran,” bebernya.
Suriyanto mengajak dalam seluruh lapisan masyarakat agar menggunakan media sosial lebih rama dan sehat.
“Pesan saya sosialisasikan kepada kerabat terdekat saudara saudara kita tentang penggunaan media sosial yang ramah dan sehat di masyarakat,” terangnya.
Pengamat kebijakan publik dan media sosial, Syaiful alias Bedjo menambahkan bahwa banyaknya peredaran hoaks di media sosial dalam masyarakat adalah karena media sosial itu adalah tidak terbatas ruang dan waktu.
“Maka dari perlu ada pengawasan secara ketat dari instansi terkait, misalnya kalau boleh saya usul dibuat dewan etik media sosial,” kata Bedjo.
“Maka dari itu, perlu ada pengawasan secara ketat dari instansi terkait, misalnya kalau boleh saya usul dibuat dewan etik media sosial,” kata Mr. Bejo, CEO PT. SMI (PT. Sinar Media Indonesia).
“Yang tak kalah penting, perlu juga diterapkannya sistem digital yang profesional dan memiliki nilai edukasi yang tinggi” tambah Mr. Bejo yang juga menjabat sebagai Direktur PT. Bromo Noto Negoro (PT. BNN)..
Checker fact Mafindo, Muhammad Khairil mengatakan bahwa keberadaan UU ITE tidak hanya menyasar media massa atau pers tetapi juga para checker fakta.
“Kasus terbaru adalah pemeriksa fakta dari liputan6.com yang tidak saja kena doxing tetai diancam akan dibunuh oleh netizen. Ini adalah bukti bahwa revisi UU ITE sangat diperlukan terutama pasal-pasal yang menghambat kerja-kerja temen-temen media dan pegiat media sosial yang sehat dan beretika,” ucapnya. (Buyil).