FeaturedPendidikan

Dirjen GTK Berharap Kepala Sekolah Dan Guru Membangun Sinergisme Yang Harmonis……..!

0

Oleh : Toto Suharya (Kepala Sekolah/Pengurus PGRI Kab. Cianjur/Sekretaris I DPP AKSI)

Bandung, BEREDUKASI.Com — BAHASANYA tidak seperti pengamat yang sekarang populer akibat hujatannya kepada guru. Bahasa pejabat teras di kementerian ini punya marwah sebagai seseorang yang mempunyai intelektual tinggi. Membaca tulisannya, saya sangat tersinggung hingga darah mendidih. Namun, ketersinggungan saya tidak negatif seperti menyikapi bahasa preman pengamat pendidikan tempo hari. Padahal isi artikel Pak Dirjen isinya sama, “Merendahkan” dan “Melecehkan” kualitas Guru. Tetapi karena dalam kemasan Bahasa Objektif Ilmiah, reaksi saya menjadi ketersinggungan yang bersifat positif. Saya menjadi mawas diri, punya visi, dan semangat untuk memperbaiki.

Evaluasi terhadap kualitas Guru dikemukakan oleh Dirjen GTK berdasarkan asumsi korelasi antara sertifikasi dengan kualitas guru. Sertifikasi adalah bahasa administratif dunia pendidikan yang memberikan informasi kepada publik bahwa Guru-Guru dijaga kualitasnya. Dana pun sudah dikeluarkan mencapai Rp.500 triliun, terhitung sejak 2006. Hasilnya, sertifikasi tidak berdampak pada hasil belajar murid.

Evaluasi yang dikemukakan oleh Dirjen GTK ternyata bersumber dari hasil survei yang dilakukan oleh yang punya uang sertifikasi, yaitu World Bank tahun 2017, Trend in International and Science Study (TIMSS) tahun 2015, Program International for Student Assessment (PISA) tahun 2017 serta Assessment Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) tahun 2016. Dari keempat studi di atas menunjukkan, hasil konsisten perlu ada evaluasi menyeluruh di dunia Guru. Oleh pengamat pendidikan, hasil studi ini diinterpretasikan dengan menyatakan bahwa mayoritas Guru di Indonesia berkualitas rendah. Karena itu, saya lebih mengapresiasi tokoh mualaf, Koh Steven. “Jangan banyak membicarakan masalah, tapi banyak-banyak bicara solusi. Dunia ini bermasalah karena banyak orang yang membicarakan dan membesar-besarkan masalah.”

Solusi dari Dirjen GTK saya terima. Untuk mengantisipasi kondisi rendahnya kemampuan siswa, dibutuhkan pemimpin di sekolah yang fokus pada pengajaran, pembelajaran, dan manusia yang ada di sekolah. “Eta pisan,” kata orang Sunda mah. Saya sepakat bahwa kepala sekolah harus jadi guru-guru berprestasi dalam pembelajaran, bukan tim sukses atau kumpulan konco. Selain itu, pemerintah harus jadi pemberdaya dan memosisikan para kepala sekolah sebagai instructional leader. Sapuk, kita terima tantangan.

Dari lapangan saya ingin sampaikan kepada Bapak Dirjen GTK, kepala sekolah lebih fokus pada laporan keuangan yang akan diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), akibat pengaturan dan penggunaan dana BOS yang sering tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan. Energi kepala sekolah lebih banyak tercurah bagaimana menggunakan dan menyusun administrasi keuangan. Inovasi kadang terganjal oleh kodering biaya. Bertahun-tahun pengelolaan dana BOS yang rigid membuat kepala sekolah tidak nyaman mengelola pembelajaran. Ujian Nasional (UN) sebelum dibatalkan tahun ini, selalu dijadikan ukuran keberhasilan pendidikan. Pendidikan bertahun-tahun jadi pelatihan menyelesaikan soal-soal UN, bukan mempersiapkan kehidupan.

Kualitas guru bukan tidak terpikirkan oleh kepala sekolah. Mencari guru-guru linier sesuai mata pelajaran dan benar-benar kompeten di bidangnya adalah masalah penting di sekolah. Selain itu, sistem penjaminan kesejahteraan guru-guru honorer pengganti guru pensiun atau kekurangan guru karena jumlah rombel bertambah, menjadi faktor krusial dan menyita waktu kepala sekolah untuk menyelesaikannya. Sulit mencari guru-guru hebat sekelas sufi yang mau mengabdi dengan bayaran di bawah standar.

Sejak diberlakukan sertifikasi pada 2006, saya rasakan arah perubahan yang harus dilakukan guru tidak tersosialisasikan merata dan konsisten sampai mendarah daging di kalangan guru-guru. Pengkondisian guru bersertifikasi sebagai guru profesional tidak berhasil jadi kolektif memori guru-guru. Pelatih-pelatih guru kurang berhasil mencerahkan. Setiap tahun, guru-guru terbaik nasional atau daerah belum diberdayakan dalam bentuk jaringan penjaga kualitas guru. Mental berprestasi guru-guru tingkat daerah dan nasional belum dimanfaatkan sebagai pembentuk pola pikir serta penjaga budaya berprestasi bagi guru-guru. Selain itu, inti kompetensi pada keterampilan berpikir sebagaimana materi uji yang dilakukan oleh TIMSS, PISA, dan AKSI belum dipahami serta diaplikasikan secara menyeluruh di kalangan guru. Perlu banyak pelatih dari guru yang benar-benar sudah mengimplementasikan pembelajaran higher order of thinking skill (HOTS) dan paham cara mengajarkan serta melatihkannya kepada guru.

Kita butuh pelatih yang mampu memberi contoh cara mengajar terbaik berdasarkan yang dipahami dan yang pernah dilakukannya. Jumlah pelatih semacam ini harus banyak diciptakan di setiap sekolah secara merata. Pelatih terbaik pasti dari guru-guru yang berkonsentrasi kepada murid, menghormati murid, dan “berhamba” kepada murid-murid.

Saran buat Dirjen GTK, jangan membuat program dengan nama atau jargon-jargon baru terlalu banyak. Kita butuh blue print yang inti permasalahannya secara berkesinambungan fokus pada guru. Sepakati, jangan berganti topik lagi. Masalah guru jadi masalah abadi yang sudah ada sejak Nabi Adam ditetapkan sebagai guru kehidupan. Kita sudah paham inti permasalahan guru ada di literasi, kompetensi, kreativitas, inovasi, dan kebebasan ekspresi guru-guru dalam melakukan pembelajaran. Kita butuh semangat selalu baru, motivasi selalu baru, dan semangat berprestasi yang harus terus disuntikkan ke lembaga-lembaga yang bersentuhan langsung dengan murid. Sejak 14 tahun lalu, sudah ada guru-guru penggerak, namun selalu lesu karena gonta-ganti kebijakan yang mengubah visi dan tidak selalu sadar bahwa guru adalah roh pergerakan bangsa.

Guru bukan ASN pekerja administrasi kantor. Karena, tupoksi Guru berbeda. Guru menghadapi objek hidup yang punya ide, ego, dan superego. Mendidik butuh manusia-manusia yang paham bagaimana cara memperlakukan roh-roh yang hidup itu. Memperbaikinya butuh revolusi regulasi, pola pendidikan, dan rekrutmen yang superketat.

Rahasia Finlandia menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia, diawali dari regulasi dan rekrutmen guru yang superketat. Kurikulum adalah guru, sekolah adalah guru, kepala sekolah adalah guru, murid-murid terbaik adalah guru, dan bangsa maju adalah guru. Semua berawal dari guru-guru terbaik. Selamat datang Pak Dirjen GTK, saya menyambut dengan riang gembira dan menerima tantangan Anda! Wallahualam. (Humas).

admin

UP Date Penyaluran JPS Di Kota Bandung………!

Previous article

Interaktif Dengan Masyarakat, Kacadisdikwil VII Gelar Tanya Jawab Seputar PPDB 2020 Selaras Dengan Amanat Kadisdik Jabar……!

Next article

You may also like

More in Featured