FeaturedHiburan

Lewat Lagu Mandarin, Calvin Qiu Perkenalkan Budaya Indonesia Pada Dunia

0

JAKARTA, BEREDUKASI.COM — DI Cina banyak yang menyukai lagu-lagu Indonesia, seperti lagu ‘Dayung Sampan’, ‘Sing Sing So’, ‘Bengawan Solo’, ‘Ayo Mama’ dan lagu lainnya.

Bahkan lagu-lagu Indonesia sangat terkenal di Cina. Namun sebagian orang tidak tahu bahwa lagu-lagu tersebut adalah lagu Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa Mandarin.

Lagu-lagu Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa Mandarin telah memajukan pertukaran Seni Budaya antara Cina dengan Indonesia.

Namun sayangnya lagu-lagu Mandarin di Indonesia kurang populis dan mengalami stagnasi di negeri sendiri.

‘Lagu Mandarin susah berkembang di saat sekarang. Sebagus apapun kita bernyanyi tetap ‘bulan di luar lebih bulat’, alias ‘rumput tetangga lebih hijau’. Harga kita perfomance tidak bisa setinggi bulan di luar. Tapi saya bersyukur saja,’ tutur Penyanyi Mandarin, Calvin Qiu, saat dijumpai di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022.

Lagu Mandarin, sama halnya dengan lagu-lagu etnik lainnya sering terpinggirkan di industri budaya pop. Hanya beberapa lagu etnik saja yang terakomodir, seperti lagu Jawa, Sunda, Batak, Minang, Ambon, dan lagu daerah lainnya.

Padahal Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik yang terdiri dari 1.340 suku, salah satunya suku Tionghoa.

Mandarin merupakan bahasa yang menjadi kekayaan khasanah budaya bangsa di Indonesia, dari suku Tionghoa. Suku Tionghoa sudah berasimilasi menjadi salasatu Etnik di Indonesia, sama halnya dengan Etnik Keturunan Arab, India, dan Eropa, yang juga banyak di Indonesia.

Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun lalu melalui kegiatan perniagaan.

‘Harapan saya sebagai seniman khususnya penyanyi kita bisa kompak. Saling menghormati dan saling mendukung karya anak bangsa Indonesia. NKRI harga mati,’ ujar penyanyi kelahiran Banda Aceh, 14 Agustus 1976 ini.

Masih menyoal lagu Mandarin, menurut Calvin Qiu, di Indonesia pertumbuhannya memang menjadi tantangan. Pasarnya masih segmented (terbatas). Hanya dinikmati etnik tertentu dan para penggemar lagu-lagu Mandarin. Lagu-lagu Mandarin mencuat hanya pada momen tertentu seperti pada perayaan Imlek.

‘Sama halnya dengan lagu-lagu pop lainnya, harusnya lagu Mandarin ada kesempatan juga tayang di TV. Harapan saya lagu Mandarin juga bisa dijadikan soundtrack film atau sinetron, agar cepat diserap masyarakat Indonesia,’ harapnya.

Nyanyi memang aku hobby. Dari kecil. Orang bilang bakat alam. Di sekolah aku sering ditunjuk nyanyi. Orangtuaku dulu jualan kaset dan piringan hitam. Jadi banyak lagu yang aku tahu dari kaset dan piringan hitam jualan papa Mama, kenang Calvin Qiu, yang mengaku menyukai lagu Arie Wibowo, ‘Singkong dan Keju’, serta lagu ‘Si Jantung Hati’.

Tahun 1996 Calvin Qiu sempat melanjutkan sekolah di Feng Jia Da Xue Taiwan. Enam bulan pertama di Taiwan ia sambil memperdalam belajar bahasa Mandarin. Sebab pada waktu itu kemampuan berbahasa Mandarinnya dinilai kurang baik. Ia kemudian belajar rekaman suara di Hi Lee Recording Taiwan dibawah Naungan Mr. Zhou.

‘Tahun 1997 aku balik ke Indonesia. Sempat gabung di Unicon Lokasari. Nyanyi setiap Jumat dan Sabtu. Bergabung dengan penyanyi dari Cina, sambil nambah pengalaman,’ jelas Penyanyi yang menguasai alat musik Guitar dan Keyboard ini.

‘Pertukaran Budaya Lewat Lagu’

Pertukaran kebudayaan merupakan mata rantai penting dalam hubungan internasional. Tidak hanya bisa mempromosikan kemajuan masing-masing pihak.

‘Tetapi juga untuk menjamin hubungan persahabatan yang baik antara masyarakat,’ ungkapnya.

Melalui lagu-lagu Mandarin, Calvin Qiu, telah menjelajah bumi. Melanglangbuana ke seantero dunia dalam rangka diplomasi budaya.

Karya dan prestasinya tak diragukan. Ia menjuarai berbagai kompetisi lagu Mandarin, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Calvin Qiu meraih Juara 1 pada Mandarin Song Festival Beijing 1999, yang diselenggarakan BTV. “Kompetisi tersebut diantaranya diikuti para penyanyi asal Amerika, Korea, Nigeria, Japan, dan Negara lainnya,” terangnya.

Tahun 2003, Calvin Qiu kembali menjuarai ajang serupa di Indonesia, yang digelar Sky Music Enterprise. Festival lagu Mandarin ini diikuti peserta dari 10 Negara; Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand, Hongkong, China, Australia, Amerika, Jepang dan Canada.

‘Aku juga sempat kerja sebagai menyanyi di Kapal Judi Star Cruse Virgo, Singapore, Malaysia, Australia, China Beijing. Tampil juga di Festival Nan Ning China dan di beberapa kota di Cina, Chang Chun, Monggolia, dan kota lainnya,’£ kenang Calvin Qiu.

Di dalam negeri Calvin Qiu juga cukup eksis. Banyak kota disinggahinya untuk menyanyi. Dari mulai Banda Aceh, Jambi, Belitung, Palembang, Pekan Baru, Medan, Brastagi, Kalimantan, Pemamgkat, Singkawang, Jakarta, Bandung, Bali, Jember, Yogyakarta, Surbaya, Malang, Banyuwangi, Tegal, Pulau Panipahan, Pulau Sikapa, dan daerah lainnya.

‘Saya tidak hanya tampil menyanyikan lagu Mandarin. Tapi juga lagu pop lain, seperti lagunya Ebiet G.Ade, ‘Titip Rindu Buat Ayah’ dan ‘Berita Kepada Kawan’. Juga lagu Barat, misalnya lagu ‘My Way, ‘Unchaned Melody’ dan ‘Is Now Or Never’, ‘Take Me Home’, ‘Country Road,’ paparnya.

Menurut Calvin Qiu, para pelaku seni harus melakukan kompromi dalam titik tertentu. Tidak hanya mengedepankan idealisme berkeseniannya, tapi bisa juga memenuhi kebutuhan hidup.

Sarannya, Pemerintah juga harus berperan aktif, terutama dalam hal bimbingan, sosialisasi serta melindungi karya seni dari kepunahan akibat modernisasi.

‘Sekarang selagi masih kuat dan sehat kenapa tidak ikut berupaya lebih mempopulerkan lagu Mandarin agar lebih bisa dikenal sampai ke manca Negara. Namun setidaknya nasib kami juga diperhatikan Pemerintah, terutama terkait dengan nafkah. Karena kami hanya hidup dari menyanyi,’ papar Calvin Qiu mewakili nasib penyanyi Mandarin lainnya.

Saat ini, kata Calvin Qiu, banyak hal menjadi tantangan bagi para pelaku seni dan kreator. Terutama mereka yang concern pada kesenian untuk melakukan inovasi agar lebih connected dan related terhadap situasi sekarang.

Musik Indonesia mengalami euforia kebebasan berkarya dan mendengarkan. Saat ini, kata dia, masyarakat dengan mudah mendengarkan musik yang mereka suka.

Era teknologi digital membawa warna tersendiri — mulai dari cara dan proses para musikus berkarya, mempublikasikan, hingga model penampilannya.

‘Dalam hitungan menit, sebuah karya bisa langsung diakses seluruh dunia, serta memunculkan digital native. Tanpa ada filter. Semua konten terkait dengan musik bisa diakses,’ ujarnya.

Harapan Calvin Qiu, semoga di masa mendatang lebih banyak lagi bibit-bibit penyanyi Mandarin. Mereka mau belajar, bagaimana menjadi seorang entertainer profesional.

‘Mampu menghidupkan suasana di panggung sampai mata penonton tidak berpaling. Tidak cukup mengandalkan pengalaman, tapi belajar dan belajar,’ pesannya menuntup percakapan. (Eddie Karsito).

admin

Dorce Gamalama Meninggal Dunia di Usia 58 Tahun, Karena Terpapar Covid-19

Previous article

Relaksasi Kegiatan Ekonomi Kota Bandung Akan Naik Jadi 50 Persen

Next article

You may also like

More in Featured