Bandung, BEREDUKASI.Com — MEMPERHATIKAN sosok anggota TNI yang satu ini, memang terlihat santuy, rendah hati dan mengasyikan untuk diajak ngobrol. Apalagi kalau diajak berbicara masalah Sejarah.
Ya…..inilah sosok seorang Prajurit TNI AD yang bernama Drs. Letkol. Caj Suhasno Hari. Yang bertugas di Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarah) sebagai Kepala Badan Pelaksana Perpustakaan (Kabalaktakapus).
Pria kelahiran Klaten 19 Nopember 1962 ini. Bercerita tentang dirinya, awalnya tidak pernah terpikirkan akan menjadi seorang anggota TNI. Bahkan alumni Sepamilwa angkatan 1987 gelombang II, tidak membayangkan menjadi seorang Miiliter.
“Dulu, namanya melihat posisi tentara, perasaannya gimana ya….? kurang berkenan di hati. Karena istilahnya tentara dulu itu, Dwi fungsi ABRI mendominasi dimana mana. Kepala Dinas di tingkat Kabupaten saja tidak jarang diduduki oleh Tentara, Bupati dari tentara, Gubernur juga dari tentara. Nah, saat Wamil atau Wajib Militer, akhirnya saya dipanggil oleh Mabes TNI, di akhir tahun 1987 dan akhirnya masuklah Militer,” tutur bapak dua anak ini. Membuka bincangnya di Press Room Perpustakaan Pusat Disjarahad Jl. Kalimantan no. 6 Bandung, beberapa waktu lalu.
Tepatnya 1 Juni 1988, Suhasno Hari menjadi sosok sebagai TNI dengan pangkat Letnan Satu. Dan selama 32 tahun pengabdiannya, pria yang menyelesaikan Diklapa II 1999/2000 ini. Telah melanglangbuana ke berbagai Daerah di Indonesia karena menjalani tugas.
“Saya pernah Dinas di Kodam III/Siliwangi selama 12 tahun, kemudian pindah ke Kodam VII/Wirabuana, selama hampir 9 tahun. Dan di Disjarahad 11 tahun. Semuanya punya kesan tersendiri. Hikmahnya mendewasakan kita dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT,” ulasnya.
Namun, dari semua tugas kedinasan, suami Hj. Eny Widiatun ini punya kesan. Yang hingga kini tidak bisa dilupakannya yaitu ketika menjalankan Tugas Operasi ke Tim-Tim (Timor Leste). Nama sandinya Operasi Morisdiak, Tim Tim tahun 1991/1992. Dia bergabung di Batalyon Infantri 320/Badak Putih di Pandeglang Banten, selama 17 bulan. Tugasnya sebagai Parohis, diantaranya memimpin berdo’a sebelum melaksanakan tugas gerakan. Bahkan sampai memandikan jenazah anggota TNI yang menjadi korban, ketika terjadi kontak senjata dengan pemberontak di hutan dan masih banyak kejadian-kejadian lainnya.
“Jadi ceritanya kita sebagai tentara harus turut bertempur. Nah…..saya minta kepada Komandan, diijinkan dan ikut tugas ke depan memimpin satu Tim. Dengan kekuatan 17 personil, rasa takut pasti ada. Apalagi dalam hutan belantara. Pengalaman unik, ada Anggota Tamtama baru yang ikut bersama pasukan kami. Ketika ada musuh dan akan menembakkan senapannya. Tetapi tidak bisa meletus. mungkin jari telunjuknya salah masuk ke tempat kokangan pelatuk senapannya, mungkin karena grogi hahahaha….,” papar mantan Kasi Museum Bintaldam VII/Wirabuana Makassar ini, sambil tertawa-tawa. Mendengar ceritanya itu, tentu saja beberapa awak media turut tertawa.
Selain itu, Alumni Sarjana Sejarah Fakultas Sastra di salasatu Universitas Yogyakarta ini. Juga sering menulis di berbagai Media.
Ketika bertugas di Kodam VII/ Wirabuana, Hasno sapaan akrabnya bertugas sebagai Kabag Minped. Bahkan ketika itu, sempat menulis di salasatu Koran. Tentang masalah Veteran yang kurang dihargai atau dihormati, jasa-jasanya dulu dimasa perjuangan.
“Judul tulisannya ketika itu yakni “Veteran, Bukti Kemerdekaan Bukan Hadiah Dari Jepang”. Alhamdulillah, berkat tulisan saya itu, yang menceritakan tentang beberapa permasalahan Veteran itu. Mendapat respon dari pihak terkait, seperti Tabungan Pensiun, jadi lancar,” katanya.
Ketika ditanya rencana kedepan, karena per 1 Desember 2020 mendatang. Akan memasuki masa Pensiun, Hasno mengaku akan kembali pulang ke kampung halaman yaitu Klaten.
“Untuk kedepan, ada rencana akan kerjasama bersama adik kandung saya di Klaten. Kebetulan adik saya ini seorang dokter hewan, tetapi pintar juga berbisnis di dunia maya, ” pungkas Suhasno. (HKS/MIF).